Minggu, 31 Maret 2013

Jalankan Program PGRI Lunyuk Gelar Pengajian dan Maulid Nabi

Lunyuk, Gaung NTB – Salah satu program penting dari kegiatan PGRI Cabang Kecamatan Lunyuk adalah melaksanakan pengajian rutin setiap bulan di tempat berbeda sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati.
Kegiatan ini dimaksudkan agar selain guru-guru mendapat siraman rohani, juga diharapkan terjalinnya silaturrahmi antara tenaga pendidik di sekolah=sekolah yang ada di wilayah kecamatan setempat.
Untuk bulan ini kegiatan pengajian dipusatkan di SMP Negeri 3 Lunyuk, yang sekaligus dirangkaikan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Kabupaten Sumbawa, Wakil Ketua DPRD dari Dapil 2, H Arahman HMS, Pengurus PGRI Kabupaten Sumbawa, KUPT se Kecamatan Lunyuk, Kepala Desa, tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Terlaksananya kegiatan maulid ini menurut Ketua PGRI Cabang Lunyuk, Nurdin SAg, tidak lepas dari adanaya kerjasama yang baik antara pengurus PGRI setempat dengan masyarakat sekitar.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD, H Arahman HMS menyampaikan apresiasi terhadap kiprah dan dedikasi pengurus PGRI cabang Lunyuk yang telah mampu menjalankan program organisasi dengan konsisten, sekaligus tetap menjaga kemitraan dengan masyarakat secara baik sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh generasi sebelumnya.
Di tempat yang sama Kadis Diknas yang juga Ketua PGRI Kabupaten Sumbawa, Sudirman Malik SPd, dalam sambutannya menghimbau kepada guru dan unsur pendidik lainnya agar dalam berbuat didasari dengan ketulusan dan keikhlasan serta tidak mengesampingkan kebersamaan untuk mencapai suatu cita-cita.
Dengan demikian ujarnya, maka tidak ada yang tidak bisa dilaksanakan dan manfaat secara ukhrawi adalah kedamaiaan hati serta mendapat suatu yang diciptakan umat yaitu buah ibadah dalam hal ini pahala di sisi Allah SWT.
Selain itu sambungnya, guru sebagai bagian dari masyarakat juga harus mampu menempatkan diri sebagai orang yang dapat di tiru dan diguguh, sehingga akan mudah bagi guru untuk mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada anak didik serta hasilnya akan berdampak kepada perubahan bukan saja pola pikir akan tetapi juga prilaku serta sikap mereka.
Pengurus Dewan Dakwah Kabupaten Sumbawa, Ustad Jama`an dalam tausiahnya menyampaikan tentang arti pentingnya umat Islam menjadikan Rasulullah SAW sebagai Uswatun Hasanah sehingga orang –orang di luar Islam akan menjadikannya sebagai teladan yang dapat ditiru.

Baijuri: Polisi Tidak Terlibat Kasus Kayu Lunyuk

Sumbawa Besar, Gaung NTB – Teka-teki siapa pemilik sebenarnya kayu yang sempat diamankan pihak Koramil Lunyuk, terjawab sudah. Informasi yang beredar termasuk pengakuan sopir truk kalau kayu rimba yang berjumlah kurang dari satu kubik ini adalah milik oknum polisi, ternyata tidak benar.
Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sumbawa yang dikonfirmasi Gaung NTB melalui Kasi Kamluh, Baijuri Bulkiah SH, Senin (25/3) menyatakan, kayu itu adalah milik Sulaiman—warga Lunyuk Rea Kecamatan Lunyuk yang ditebang di wilayah Batu Gorat—sekitar 800 meter dari pemukiman penduduk Desa Lunyuk Rea.
Hal ini berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Sulaiman maupun AN—sopir truk yang mengangkut kayu itu dari lokasi penebangan menuju Desa Padasuka. Munculnya informasi jika kayu itu milik oknum polisi, ungkap Baijuri, berdasarkan pengakuan AN—sopir truk. Namun pengakuan itu hanya sebagai upaya dari sang sopir dan pemilik kayu agar mereka tidak diproses dan kayu itu tidak diamankan pihak Koramil. “Dua orang ini mengakui milik oknum polisi dengan harapan bisa ditolerir dan dilepas oleh anggota Koramil,” jelas Komandan Polhut yang seminggu lagi memasuki masa purna bakti.
Berdasarkan fakta yang terungkap di lapangan, tidak ada oknum polisi yang terlibat dalam kasus kayu tersebut. Pengakuan semata tidak dapat dijadikan dasar melainkan harus diperkuat dengan bukti dan saksi-saksi.
Sebelumnya, ungkap Baijuri, saat kayu diturunkan muncul seseorang yang kemudian mengamankan kunci kontak truk. Selanjutnya di TKP datang anggota TNI memerintahkan truk dan barang bukti dibawa ke Koramil Lunyuk. Tak berselang lama, dua orang beserta barang bukti diserahkan kepada pihaknya untuk diproses lebih lanjut.
Namun muncul fakta baru, Munir—mertua Sulaiman mendatangi Dinas Kehutanan mengakui kalau lokasi penebangan kayu tersebut berada di lahan miliknya.
Terhadap pengakuan ini, kata Baijuri, pihaknya akan melakukan pengecekan lapangan guna memastikannya. Selain itu memanggil sejumlah saksi terkait termasuk Ketua BPD Lunyuk Rea yang sempat mencegat truk yang mengangkut kayu ini. Jika terbukti penebangan kayu itu berada di lahan milik pribadi yang dibuktikan dengan dokumen seperti sertifikat dan SKPT, maka yang diduga sebagai pelaku akan dijerat Perda No. 26. Sebaliknya apabila berada di dalam kawasan hutan lindung, akan dijerat UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Sebelumnya, Kapolsek Lunyuk, Ajun Komisaris Polisi (AKP) M Jafar sudah membantah keterlibatan anggotanya dalam praktek illegal logging tersebut
Pihaknya sudah turun ke lokasi untuk melakukan olah TKP dan memastikan tidak ada anggota Polsek baik sebagai pemilik maupun yang memback-up praktek yang diduga illegal logging. Hal ini dibuktikan dengan telah jelasnya pemilik kayu berinisial Sul—warga Lunyuk Rea, dan sopir truk AN asal Padasuka.

Koramil Tangkap Kayu, Polisi Bantah Terlibat

Lunyuk, Gaung NTB – Anggota TNI dan masyarakat Lunyuk berhasil menggagalkan praktek illegal logging di wilayah Desa Padasuka, Jumat malam sekitar pukul 23.30 Wita. Dalam penangkapan itu, diamankan barang bukti satu kubik kayu rimba campuran olahan yang disinyalir berasal dari hutan wilayah Lunyuk Ode. Selain itu diamankan sopir truk berinisial AN seorang pelajar dan Sul warga Lunyuk Rea. Setelah sempat diamankan di Kantor Koramil Lunyuk, selanjutnya dua orang ini beserta barang bukti diserahkan ke Dinas Kehutanan Sumbawa guna diproses lebih lanjut.
Namun informasi yang beredar, TNI terpaksa turun tangan karena diduga aksi penyelundupan kayu tersebut sudah beberapa kali terjadi. Kian santer, praktek tersebut diback-up oknum polisi setempat, dan oknum anggota Polsek Lunyuk disebut-sebut sebagai salah satu pemilik kayu.
Sempat juga beredar informasi tindakan TNI yang melakukan penangkapan menyalahi aturan karena dianggap sebagai lembaga yang tidak berwenang, apalagi sempat mengamankan dua orang yang diduga melakukan tindak pidana beserta barang bukti.
Menanggapi hal itu Danramil Lunyuk, Kapten Triwahyono yang dihubungi Gaung NTB, Minggu (24/3) mengakui penangkapan kayu tersebut dilakukan pihaknya bersama masyarakat dan aparat desa di Padasuka. Hal itu dilakukannya setelah mendapat laporan dari warga.
Ia menegaskan bahwa penangkapan yang dilakukan TNI merupakan pelaksanaan instruksi Presiden RI. “Jadi TNI bisa melakukan penangkapan, soal penyidikan ada institusi berwenang yang menanganinya, makanya kami serahkan kepada petugas kehutanan yang datang menjemput,” jelasnya.
Sementara Kades Lunyuk Rea, Baharuddin MZ mengaku mengetahui adanya penangkapan kayu itu setelah dihubungi Ketua BPD Lunyuk Rea Syamsul Hidayat, yang sudah berada di Kantor Koramil.
Dari pengakuan sopir truk, AN, ungkap Baharuddin, pengangkutan kayu itu sudah yang ketiga kalinya dan diturunkan di lokasi berbeda. Penebangan kayu tersebut dilakukan Sul, menggunakan chainsaw.
Selain itu kata Kades Bahar, AN juga mengaku kalau pengangkutan kayu tersebut dilakukannya setelah dihubungi oknum polisi berinisial HR. “Itu saja yang kami ketahui dari pengakuan sopir truk,” ungkap Kades.
Hal senada dikatakan Ketua BPD Lunyuk Rea Syamsul Hidayat. Sebelumnya Ia mendapat informasi bahwa truknya mengangkut kayu illegal. Malam itu dia langsung turun ke lokasi tepatnya di Jembatan Lunyuk Rea dan mendapati truk yang melaju ke arahnya. “Ketika saya lihat, ternyata bukan truk saya,” kata Roly—sapaan populer ketua BPD ini.
Kemungkinan takut melihatnya, truk yang sempat dicegatnya terus melaju ke arah Desa Padasuka, dan menurunkan kayu di sana. Ternyata anggota Koramil langsung mengamankannya. “Saya juga dengar pengakuan sopir truk kalau sebelumnya dihubungi oknum anggota polisi untuk mengangkut kayu itu,” aku Roly.
Sementara itu Kapolsek Lunyuk, Ajun Komisaris Polisi (AKP) M Jafar yang dikonfrontir soal informasi keterlibatan anggotanya dalam praktek illegal logging tersebut, secara tegas membantahnya. “Informasi itu tidak benar,” tegas Jafar.
Pihaknya sudah turun ke lokasi untuk melakukan olah TKP. Dan benar jika pihak Koramil yang menangkap dan mengungkap pengangkutan kayu tersebut. Namun sangat tidak benar adanya keterlibatan anggota Polsek baik sebagai pemilik maupun yang memback-up praktek yang diduga illegal logging tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya pemilik kayu berinisial Sul—warga Lunyuk Rea, dan sopir truk AN asal Padasuka. “Ini kan sudah jelas, siapa kedua orang ini, bukan polisi dan tidak ada anggota kami yang terlibat,” tandasnya.

AMAN Daerah Sumbawa Klarifikasi Tudingan Soal Kegiatan Siluman

Sumbawa Besar, Gaung NTB – Tudingan Kades Jamu Kecamatan Lunyuk, A Hamid bahwa kegiatan AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) di wilayah itu sebagai kegiatan siluman, disikapi pihak AMAN.
Kepada GAung NTB, Selasa (19/3) Kepala Bidang Advokasi Hukum dan HAM, Febriyan Anindita SH memberikan klarifikasi bahwa tujuan mereka datang ke Desa Jamu untuk memperingati Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara ke-14 yang jatuh pada 17 Maret sekaligus menjalankan amanah organisasi yakni “Rapat Kerja Daerah” pada 18 –19 Maret 2013.
Sebelum melaksanakan kegiatan tersebut, jelasnya, mereka telah melayangkan surat pemberitahuan kepada pemerintah desa, pemerintah kecamatan dan Kapolsek Lunyuk sesuai dengan surat No: 311/BPH/AMANDA-SUMBAWA/III/2013.
Bahkan menurut Febriyan, pihaknya sempat melakukan silaturrahmi langsung dengan pihak tersebut baik pemerintah desa, kecamatan maupun Kapolsek. “Pada saat melakukan komunikasi tidak ada permasalahan,” jelasnya.
Namun pada saat pelaksanaan kegiatan Febriyan menduga ada oknum tertentu yang ingin memboikot dengan membawa sekitar 10 pemuda ke tempat pelaksanaan kegiatan untuk melakukan keributan.
Untuk diketahui katanya, dalam kegiatan peringatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara dan Rapat Kerja Daerah turut hadir Dewan AMAN Nasional Regional Bali-Nusra, Pengurus Wilayah AMAN NTB sebanyak 3 orang dan 10 orang Pengurus Daerah AMAN Sumbawa.
“Kami pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah Sumbawa sangat keberatan dengan pernyataan saudara A Hamid seperti disampaikan melalui Gaung NTB,” tandasnya.

Tim AMAN Nyaris Dihakimi Massa, Umbul-umbul Dibakar

Lunyuk, Gaung NTB – Tim yang mengaku utusan Aliansi Adat Masyarakat Nusantara (AMAN) nyaris dihakimi massa di wilayah Desa Jamu Kecamatan Lunyuk, Minggu malam. Beruntung Kades dan Danramil setempat turun tangan. Namun massa yang berjumlah lebih dari seratus orang ini, sudah membakar umbul-umbul dan lambang yang terpasang di rumah salah seorang warga—tempat tim yang berjumlah 6 orang ini melaksanakan kegiatan.
Peristiwa ini diakui Kades Jamu, A Hamid yang menghubungi Gaung NTB, Senin (18/3). Aksi warganya ini dipicu karena ulah Tim AMAN, yang menggelar kegiatan ‘siluman’.
Dari informasi yang diketahui ungkap Hamid, Tim AMAN yang berasal dari Sumbawa dan Lombok ini datang menggelar kegiatan silaturrahim dengan sekelompok orang yang diklaim sebagai masyarakat Adat Penganam dan Adat Pekasa yang diakui AMAN memiliki hak ulayat di hutan Pekasa bagian dari wilayah Desa Jamu. Tentunya warga Jamu menolak keras klaim dan kegiatan tersebut. Sebab warga Jamu tidak pernah mengakui adanya kelompok adat tersebut mengingat lokasi yang diklaim sebagai hak ulayat adalah hutan belantara. Apalagi keberadaan sekelompok orang yang mengaku dari masyarakat adat yang ‘dilindungi” AMAN ini bukan warga Jamu karena sebagian besar berasal dari Bima dan Lombok. Karenanya keberadaan AMAN dan sekelompok orang itu justru dinilai warga telah merusak adat istiadat dan kearifan local yang ada di Desa Jamu. Kelompok itu terang Kades, telah merusak dan merambah hutan yang selama ini dijaga warga Jamu. “Mereka itu datang merusak, bukan datang melestarikan alam,” tukas Hamid yang sempat menyinggung proses hokum terhadap Ketua Adat Pekasa terkait kasus perambahan hutan.
Sebelumnya Hamid mengaku indikasi warga akan bergerak untuk menghakimi tim AMAN itu sudah diketahuinya. Karenanya saat mengetahui tim itu tiba di Desa Jamu, Kades Hamid sempat menyampaikan pesan melalui pemilik rumah tempat dilaksanakan kegiatan itu, agar melapor ke pemerintah desa.
Rupanya hal itu tidak ditanggapi, sehingga hal yang tidak diinginkan itu terjadi. Beruntung dia dan Danramil serta Babinsa setempat turun tangan, sehingga aksi main hakim sendiri itu tidak terjadi. “Malam itu saya memberikan ultimatum agar tim itu segera meninggalkan Desa Jamu, paling lambat besok pagi,” ujar Kades.
Sementara itu Danramil Lunyuk, Kapten Triwahyono membenarkan sempat turun ke lapangan menetralisir kondisi dan mencegah terjadinya aksi main hakim sendiri. “Saat ini kondisinya sudah kondusif,” ujarnya singkat.

Mulai 2013, Pelaporan PNPM Gunakan Sistem Aplikasi

Sumbawa Besar, Gaung NTB – Mulai Tahun 2013 ini, pelaporan pelaksanaan kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) mulai menggunakan sistem aplikasi. Hal ini sebagai upaya validasi pelaporan serta mengurangi resiko terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaannya baik PNPM MP maupun PNPM Generasi Sehat Cerdas (GSC). Demikian dikatakan PJOK PNPM Kabupaten Sumbawa, Drs Taufik Abdul Syukur kepada Gaung NTB, Selasa (19/3).
Keharusan dalam penyampaian pelaporan menggunakan sistem aplikasi tersebut menurut Taufik, merupakan salah satu agenda utama yang dibahas dalam Rapat Koordinasi Provinsi NTB Program PNPM Mandiri Pedesaan yang digelar Satker BPM-PD Provinsi NTB di di Hotel Lombok Raya, Mataram belum lama ini.
Sistem aplikasi tersebut juga dapat memberikan kecepatan dalam pelaporan kepada pemerintah pusat terkait perkembangan PNPM di kabupaten, sehingga tidak perlu laporan dalam bentuk manual.
Mengingat sistem aplikasi pelaporan PNPM tersebut sebagai hal yang baru, Taufik mengatakan perlu dilakukan sosialisasi dan pembekalan. Karenanya konsultan specialis sistem aplikasi dari BPM-PD Provinsi NTB akan melakukan sosialisasi kepada pelaku-pelaku di kecamatan dalam hal ini Unit Pengelola Kegiatan (UPK).
“Dalam waktu dekat ini mereka akan segera melakukan bimbingan teknis kepada seluruh UPK, sehingga sistem aplikasi tersebut langsung diterapkan,” jelasnya.
Selain itu sambung Taufik, dalam rakor tersebut juga membahas langkah-langkah dalam mengantisipasi adanya kecamatan bermasalah, salah satu upayanya dengan menggunakan pelaporan sistem pelaporan itu sendiri.
Upaya antisipasi lainnya, meningkatkan pengawasan instensif dari semua komponen baik Satker maupun konsultan. Kemudian memberikan ruang kepada masyarakat dan media untuk ikut melakukan pengawasan sehingga cela atau potensi untuk melakukan penyimpangan dapat diminalisir.
Dalam pertemuan itu juga dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program yang sudah dilakukan terutama program Tahun 2012 lalu.
Untuk program PNPM MP Tahun 2012, masih ada 2 kecamatan yang belum melakukan musyawarah desa (Mudes) serah terima program yakni Kecamatan Labangka, dan Kecamatan Lantung.
Kedua kecamatan ini katanya masih belum merampungkan kegiatannya, karena masih ada beberapa item kegiatan yang belum diselesaikan. Taufik berharap kepada pelaku di 2 kecamatan itu segera menyelesaikan kegiatan fisik paling lambat Maret 2013 ini.
Sementara untuk pelaksanan program tahun 2013, Satker BPM-PD masih melakukan persiapan admimistrasi antara lain SK, dokumen MoU, dan lainnya, sehingga awal bulan April mendatang sudah dapat melakukan pencairan tahap pertama.
Taufik juga menjelaskan rencana pembangunan kantor UPK di kecamatan, karena selama ini masih menyewa tempat.
Bagi UPK yang mengelola dana sebesar Rp 5 miliar dapat mengajukan dana untuk pembangunan kantor, sementara untuk pengadaan tanah dapat dibeli atau menggunakan hak pinjam pakai lahan baik kepada Pemda maupun masyarakat. “Yang jelas sudah ada ketentuan yang membolehkan UPK untuk mengajukan anggaran pembangunan kantor,” ujarnya.
Untuk diketahui, peserta dari Kabupaten Sumbawa yang mengikuti Rakor yakni 7 camat–selakuperwakilan kecamatan yang mendapat program PNPM MP. Antara lain Camat Lape, Camat Labuan Badas, Camat Lantung, Camat Lopok, Camat Alas Barat, Camat Lenangguar, camat Lunyuk dan Camat Empang. Di samping itu 4 orang kepada desa yakni kepala Desa Suka Damai Kecamatan Labangka, Kades Plampang, Kades Bale Brang Kecamatan Utan, dan Kades Kelawis Kecamatan Orong Telu. Peserta lainnya adalah PJOKap PNPM-MP, PPK GSC, dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)
Satker BPM-PD Sumbawa.

Kisah Tambora, Kuda dan Kayu Sepang

Oleh Bernice de Jong-Boer
(Researcher at the Royal Institute of Linguistics and Anthropology –KITLV)
Sejauh ini, saya telah menyelidiki tiga tema yang relevan dengan sejarah lingkungan di Pulau Sumbawa.
 
Tema pertama adalah letusan Gunung Tambora pada bulan April 1815. Letusan ini telah dicatat dalam Guinness Book of Records sebagai letusan terbesar di zaman modern.
Letusannya memiliki konsekuensi drastis untuk pulau Sumbawa. Banyak penduduk meninggal, tidak hanya sebagai akibat langsung dari letusan, melainkan juga akibat kelaparan pasca letusan.

Permukaan tanah ditutupi dengan lapisan tebal abu, membuat lahan pertanian tidak bisa digarap.
Situasi ini diperparah lagi dengan macetnya akses perdagangan selama bertahun-tahun.
Puluhan tahun masyarakat di pulau ini menderita akibat peristiwa dramatis sebagai titik balik dalam sejarah lingkungan Sumbawa.
Pada abad ke-16, Sumbawa sudah terkenal dalam perdagangan dua produk, masing-masing kuda dan kayu sepang (sappan).
 
Kuda-kuda Sumbawa dikenal memiliki stamina dan daya tahan yang bagus mendapat permintaan pasar dari pulau Jawa dan Sulawesi Selatan.
Pulau Sumbawa sangat ideal untuk peternakan kuda karena didukung oleh kondisi alam yang memiliki padang rumput sabana membentang luas di daratannya.
Kondisi ini sangat identik dengan budaya masyarakatnya yang suka berladang sekaligus merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk.
Kondisi kritis akan dialami oleh hewan ternak ketika datangnya musim kering.
Beberapa orang menganggap, dengan terbiasanya hidup di lahan kering menjadi salah satu alasan kuda-kuda Sumbawa memiliki stamina yang kuat.
Kayu Sepang (Sappan) yang berasal dari hutan Sumbawa merupakan komoditas yang banyak dicari pada jaman itu.
Kayu berwarna merah ini merupakan tanaman multi fungsi. Selain sebagai zat pewarna, kayu yang sangat keras tersebut juga dikenal tahan lama sehingga sering digunakan untuk membangun rumah-rumah penduduk dan bahan pembuat kapal.
Disamping diekspor ke daerah tetangga, kayu sepang juga mengundang daya tarik VOC untuk dipasarkan ke Eropa dan Jepang.
Pada 1669, Belanda membuat kontrak dengan sultan-sultan Sumbawa untuk menjamin pengiriman kayu ini.
Para sultan memerintahkan sejumlah orang laki-laki untuk menebang kayu-kayu sepang di dalam hutan di pegunungan dan selanjutnya membawa kayu ke pantai.
Selanjutnya kayu-kayu tersebut diangkut dengan kapal-kapal milik VOC untuk dikirim ke Batavia.
Itu tidak berlangsung lama, sebab pengiriman kayu sepang ini menunjukkan tanda-tanda tidak menentu, dimana kayu-kayu ini sudah mulai langka lantaran sering ditebang dalam jumlah besar.
Menghadapi fenomena kelangkaan itu, sehingga kayu yang memiliki daya regenerasi yang kuat tersebut ditanam kembali setelah dipanen.
Sistem regenerasi pasca panen ini bertahan selama lebih dari dua abad dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan, seperti deforestasi atau erosi.
Perdagangan kuda dan kayu sepang mulai runtuh akibat letusan Gunung Tambora pada 1815.
Sekitar tahun 1830 perdagangan kedua komoditas tersebut sempat kembali baik, namun menurun lagi pada pergantian abad.
Saat itu perdagangan produk utama Sumbawa dipengaruhi oleh munculnya penemuan-penemuan yang terjadi di benua lain.
Pewarna buatan diciptakan sekitar tahun 1870 dan sekaligus menggantikan fungsi kayu sepang yang alami.
Pada awal abad ke-20 kendaraan bermotor mulai menggantikan tenaga kuda.
Akibatnya, permintaan untuk kayu sepang dan kuda dari Sumbawa menurun drastis.
Saat ini, kuda dan kayu sepang masih dapat ditemukan di pulau Sumbawa. (dps)

Geliat Istana Dalam Loka di Sangkar Emas

 
MENDUNG menyelimuti kota Sumbawa Besar, Kamis 18 Februari  2012. Seberkas sinar matahari menyelinap tepat menerangi atap bangunan Istana Dalam Loka.  Meski cahayanya kecil, namun cukup kuat menggambarkan betapa kokoh bangunan bersejarah peninggalan Kesultanan Sumbawa itu. Saya berdiri di tepi pagar sebelah timur istana sambil memandang beberapa sudut bangunan, seraya berharap cahaya kecil itu merupakan geliat Istana Dalam Loka yang terbangun dari tidur panjangnya. Harapan itu muncul seiring dengan rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumbawa dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan revitalisasi Istana Dalam Loka. Istana tua itu akan dijadikan pusat study budaya Sumbawa dan sekaligus menjadi destinasi atau tujuan wisata unggulan. 
Beberapa saat kemudian seorang pria setengah baya menghampiri. Sambil tersenyum, lelaki itu menyampaikan penyesalannya atas kondisi peninggalan sejarah seperti ini yang tidak dirawat dengan baik oleh pemerintah. Padahal Sumbawa bisa dikatakan sebagai sangkar emas, tapi keadaan istananya begitu kumuh. “Kenapa tidak minta bantuan CSR newmont saja ? Mestinya Pemda segera melakukan komunikasi dengan pemilik rumah-rumah yang ada di halaman istana. Katanya akan disatukan kembali dengan masjid Nurulhuda, tapi kenyataannya sampai sekarang belum juga direalisasi. Bahkan rumput-rumput di taman istana sudah mulai tinggi dan tak terawat,” keluh pria itu sambil menggelengkan kepala.
Terinspirasi dengan pernyataan pria setengah baya itu, lalu saya menuju Kantor Dinas Pemuda Olah Raga Budaya Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Sumbawa untuk menggali informasi tentang rencana pemerintah merevitalisasi Istana Dalam Loka.
Kepala Bidang Kebudayaan Disporabudpar Kabupaten Sumbawa, Hasanuddin H. Djahuri, SPd yang ditemui di ruang kerjanya mengakui, Pemkab Sumbawa dan Pemprov NTB memang berencana melakukan revitalisasi Istana Dalam Loka. Bahkan Pemprov NTB telah mengalokasikan dana bantuan melalui APBD tahun 2012 sebesar Rp. 5 miliyar. Dana itu akan digunakan  untuk membangun pagar keliling masjid, sarana pendukung, gedung pusat kajian Islam dan melengkapi isi istana sesuai masa lalu, seperti tempat tidur, singgasana sultan dan sebagainya agar pengunjung dapat menelusuri jejak masa lalu.
Hasanuddin H. Djahuri, SPd yang juga dikenal sebagai pengurus Lembaga Adat Tau Samawa (LATS) ini sangat bersemangat ketika diajak berbincang-bincang lebih dalam tentang Istana Dalam Loka.
Dipaparkan, Istana Dalam Loka didirikan pada tahun 1885 Masehi. Istana yang berada di jantung kota Sumbawa Besar ini tercatat sebagai rumah panggung terbesar di dunia. Rumah panggung raksasa ini memiliki luas bangunan 904 meter persegi. Itu belum termasuk bangunan Bala Bulo, Bale Pamaning dan Jambang Sasir. Cagar budaya ini merupakan saksi sejarah yang menggambarkan betapa agungnya semangat religius Kesultanan Sumbawa pada zaman kolonial Belanda. Istana kokoh yang dibangun dari bahan kayu ini meninggalkan pesan filosofis “adat barenti ko syara’, syara’ barenti ko kitabullah’ yang artinya semua aturan adat istiadat maupun nilai-nilai dalam sendi kehidupan Tau Samawa (warga Sumbawa) harus bersemangatkan pada Syariat Islam. Salah satu perwujudannya yakni dengan menyatunya bangunan Istana Dalam Loka dengan Masjid Nurulhuda.
Istana Dalam Loka dibangun pada era Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III (1883-1931) yang merupakan Sultan ke-16 dari dinasti Dewa Dalam Bawa. Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III dikukuhkan sebagai penguasa Sumbawa berdasarkan Akte Pemerintah Kolonial Hindia Belanda tanggal 18 Oktober 1883. Mulai saat itulah penjajahan Belanda berlangsung di wilayah kerajaan Sumbawa. Luas wilayah Kesultanan Sumbawa berdasarkan Lange Politick Contract 1938 adalah 844 kilometer persegi yang secara geografis merupakan sebagian dari Pulau Sumbawa yang terletak pada posisi 1160 35’BB – 1180 15’ BT dan 80 5’ BU-90 5’-LS.
Sebelum istana ini dibangun, Kesultanan Sumbawa telah beberapa kali berganti istana, antara lain pernah dikenal Istana Gunung Setia, Istana Bala Balong dan Istana Bala Sawo. Bala Rea (Graha Besar) yang terletak di dalam komplek istana Dalam Loka berbentuk rumah panggung kembar disanggah dengan 99 tiang jati yang melambangkan 99 sifat Allah (Asma’ul Husna). Istana ini selain untuk menempatkan raja pada posisi yang agung, juga sebagai pengganti Istana Bala Sawo yang hangus terbakar letusan bubuk mesiu logistik kerajaan.
Bahan baku pembangunan Istana Dalam Loka ini sebagian besar didatangkan dari pelosok-pelosok desa di sekitar istana. Khusus untuk kayu jati ukuran besar didatangkan dari hutan Jati Timung. Sedangkan atapnya yang terbuat dari seng didatangkan dari Singapura.
Bala Rea ini memiliki banyak ruangan dengan fungsinya masing-masing, antara lain :
- Lunyuk Agung, terletak di bagian depan, merupakan tempat dilangsungkannya musyawarah, resepsi dan serangkaian kegiatan penting lainnya.
- Lunyuk Mas adalah ruangan khusus bagi permaisuri, para isteri menteri dan staf penting kerajaan ketika dilangsungkan upacara adat. Letaknya bersebelahan dengan Lunyuk Agung.
- Ruang Dalam sebelah barat, terdiri dari kamar-kamar yang memanjang dari arah selatan ke utara sebagai kamar peraduan raja (repan) yang hanya disekat kelambu dengan ruangan sholat. Di sebelah utara Ruang Dalam merupakan kamar tidur permaisuri bersama dayang-dayang.
- Ruang Dalam sebelah timur, terdiri atas empat kamar, diperuntukkan bagi putra/putri raja yang telah berumah tangga. Di ujung utaranya adalah letak kamar pengasuh rumah tangga.
- Ruang Sidang, terletak pada bagian utara ( bagian belakang ) Bala Rea. Pada malam hari ruangan ini digunakan sebagai tempat tidur para dayang.
- Dapur terletak berdampingan dengan ruang perhidangan.
- Pamaning (kamar mandi), terletak di luar ruang induk, yang memanjang dari kamar peraduan raja hingga kamar permaisuri.
- Bala Bule, letaknya persis di depan ruang tamu permaisuri ( Lunyuk Mas ), berbentuk rumah dua susun. Lantai pertama yang sejajar dengan Bala Rea sebagai tempat putra/putri raja bermain. Sedangkan lantai dua untuk tempat permaisuri beserta istri para bangsawan menyaksikan pertunjukan yang dilangsungkan di lapangan istana.
Di luar bangunan Bala Rea yang kini dikenal sebagai Dalam Loka, sebagai kesatuan dari keseluruhan komplek Istana ( Dalam ), pada zaman dahulu masih terdapat beberapa bagian penting istana, seperti Keban Alas (kebun istana), Bala Buko (gapura) tembok istana, Bale Jam (rumah jam), tempat khusus diletakannya lonceng kerajaan.
Sejak dibangunnya istana baru pada tahun 1932 istana kerajaan yang sejak tahun 1954 difungsikan sebagai rumah dinas atau Wisma Praja Bupati Sumbawa. Kondisi Bala Rea sebagai bangunan utama dari komplek Istana Dalam Loka dianggap sudah tidak layak ditempati dan mulai ditinggalkan keturunan kerajaan.
Bangunan Istana Dalam Loka ini sangat kaya dengan filosofis Tau Samawa yang memiliki nilai-nilai religius yang sangat tinggi. Kalau Kerajaan di Jogjakarta dan Sumatera letak istana berhadapan dengan masjid, tetapi di Sumbawa berbeda. Istana Dalam Loka mengarah ke Selatan.
Mengapa ke Selatan? Ada beberapa pandangan tentang Istana mengarah ke Selatan ini. Berdasarkan hukum arah mata angin, Selatan merupakan arah mata angin yang diyakini dapat memberikan suasana senap semu nyaman nyawe (sejuk, damai, nyaman dan tenteram) bagi penghuni bangunan istana. Termasuk di dalamnya pemerintah kala itu juga memiliki karakter yang bijak dan tanggap terhadap keinginan rakyat yang berpegang pada filosofis menempatkan rakyat di atas pangkuan pemimpin (satokal rakyat pang bao riwa).
Pandangan kedua, tidak semua penghuni istana sempat beribadah ke masjid  kendati dalam satu halaman. Itu sebabnya dibuat ‘repan shalat’  atau mushalla. Ketika aktifitas berlangsung pada waktu jam ibadah, maka arah selatan ini telah memberikan nilai toleransi bagi penghuni istana yang tidak sempat mendirikan sholat berjamaah di masjid. Itu sebabnya ada lawang sowai  (pintu perempuan) di sebelah timur istana.
Pandangan ketiga, makna istana menghadap  ke Selatan yakni menatap pada masa lalu. Artinya sang pemimpin harus memiliki kearifan dalam menyikapi masa lalu yang bisa dibawa ke masa kini. Bentuk bangunan dengan tiga atap yang tidak berdiri di tengah istana. Model atap seperti itu diambil dari hakekat attahiyat pada posisi sholat. Sholat adalah tiang agama. Bangunan ini juga mengingatkan kepada kita untuk melaksanakan sholat 5 waktu sebanyak 17 raka’at sehari semalam. Bangunan istana ini tidak menggunakan paku besi, melainkan menggunakan pen atau pasak dari kayu.
Kelebihan lainnya istana ini dibangun dua lantai tetapi tidak menyatu. Tiang lantai satu bersambung dengan tiang lantai satu. Dan sambungannya menggunakan sistem baji yang sangat lentur bila terjadi gempa bumi.
Hasanuddin yang akrab dipanggil Kak Ace ini menambahkan, Istana Dalam Loka merupakan salah satu destinasi wisata unggulan di wilayah Provinsi NTB. Bentuknya yang unik telah mengundang perhatian wisatawan berbagai negara. Meski kondisinya belum dikembalikan seperti sedia kala, tetapi sudah banyak wisatawan yang datang berkunjung ke Istana Dalam Loka.
Namun persoalan yang dihadapi dalam upaya melakukan revitalisasi, yakni di area istana sudah berdiri beberapa bangunan rumah non cagar budaya yang dihuni oleh kerabat Sultan Sumbawa. Di samping itu, tanah kosong yang ada di halaman istana sudah ada pemiliknya. Kak Ace mengungkapkan,  hal tersebut diketahui melalui surat kerabat Kesultanan kepada Pemkab Sumbawa beberapa waktu lalu. Meski belum disertifikat, tetapi tanah kosong itu sudah dimiliki berdasarkan pembagian secara lisan.
“Sementara anggaran yang disediakan Pemprov NTB sebesar Rp. 5 milyar tidak termasuk dalam pembebasan lahan bagi bangunan non cagar budaya yang ada di sekitar Istana Dalam Loka,” terangnya.
Kak Ace mengakui, rencana revitalisasi istana Dalam Loka sudah tentu tidak dapat serta-merta dilaksanakan sebelum tuntasnya masalah pembebasan lahan di area istana.
Menurutnya, Pemkab Sumbawa tidak boleh sekedar berbicara tentang pembebasan lahan tetapi juga harus menjalin komunikasi secara menyeluruh kepada kerabat Sultan. Hal tersebut penting untuk mengetahui sejauhmana keinginan kerabat Sultan terkait persoalan ini. “Kalau dibebaskan rumahnya, lalu bagaimana dengan status Istana Dalam Lokanya itu sendiri? Inilah yang harus dipertegas,” ujarnya.
Istana Dalam Loka bukanlah aset Pemerintah Kabupaten, Provinsi maupun Pusat, melainkan sudah masuk dalam registrasi secara nasional di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Registrasi yang dilaksanakan pada tahun 1980 itu diserahkan oleh ahli waris Kesultanan Sumbawa untuk direhab oleh pemerintah. Terkait persoalan ini dalam waktu dekat Bupati Sumbawa, Drs.H. Jamaluddin Malik bersama tokoh-tokoh LATS akan mengadakan pertemuan dengan ahli waris.
“Kami dari Disporabudpar sudah melaporkan kepada bupati tentang nama-nama kerabat sultan yang harus dihadirkan dalam pertemuan nanti,” tandasnya.
Untuk mencairkan rasa penasaran ini, saya berupaya mendatangi rumah salah seorang anak Sultan Jalaluddin, Almarhum LM Resyad Dea Bawa yang berada di sebelah barat daya halaman Istana Dalam Loka. Rumah itu tampak sepi dan pagar halamannya dalam kondisi terkunci. Lalu saya hubungi menantunya yang bernama, Syamsu Ardiyansyah atau lebih akrab dipanggil guru besar. Ditanya soal rencana revitalisasi Istana Dalam Loka, Syamsu Ardiansyah menolak berkomentar lantaran tidak merasa berkompeten berbicara soal itu. “Kalau masalah itu sebaiknya ditanya langsung ke Daeng Wa’. Beliau itulah yang dituakan oleh para kerabat sultan terkait masalah ini,” katanya singkat.
Sesuai saran Syamsu Ardiansyah lalu saya menuju Bala Rea tempat tinggalnya Daeng Marwa’ atau yang biasa dipanggil Daeng Wa’.
Lelaki yang usianya 60 tahun ini merupakan putra sulung atau anak keempat dari Perdana Menteri Kesultanan Sumbawa, Datu Ranga.
Daeng Wa’ tinggal menetap di Bala Rea Kelurahan Pekat Sumbawa Besar. Secara kebetulan, ketika saya tiba di bangunan peninggalan sejarah itu, bersamaan dengan tibanya Daeng Wa’ yang mengaku baru pulang dari sawah.
Ketika saya sampaikan niat untuk melakukan wawancara seputar rencana revitalisasi, Daeng Wa’ langsung memanggil adik kandungnya Daeng Muhammad Natsir  (55 tahun) yang juga secara kebetulan sedang mengobrol di rumah tetangganya yang berjarak sekitar 5 meter dari pintu samping Bala Rea. Sebuah kebetulan yang sangat menguntungkan. Lalu saya dipersilahkan masuk ke dalam Bala Rea. Saat hendak menaiki tangga, sandal pun saya tinggal di anak tangga paling bawah. Daeng Muhammad Natsir atau yang akrab dipanggil Daeng Ace, langsung membawa sandal saya ke tangga bagian atas. Kesan feodal pun sirna dari benak saya menyaksikan betapa merendahnya kepribadian seorang bangsawan ‘ring satu’ sultan ini. Dengan cepat saya bergegas turun dari atas tangga guna mengongsong sandal jelek milik saya dari tangan Daeng Ace. Di dalam ruang tamu Bala Rea, Daeng Wa’ dan Daeng Ace mengutarakan beberapa hal tentang Istana Dalam Loka yang sangat kaya dengan filsafat Islam.
Ketika ditanya seputar rencana pemerintah melakukan revitalisasi Istana Dalam Loka, Daeng Wa’ mengaku pada prinsipnya sangat mendukung.
“Kami setuju-setuju saja. Namun yang kami sesalkan kenapa tidak dikomunikasikan terlebih dahulu dengan ahli waris. Tiba-tiba Pemprov NTB menetapkan anggaran sebesar Rp. 5 milyar untuk revitalisasi,” ungkapnya dengan nada datar.
Terkait rencana revitalisasi Istana Dalam Loka itu, ia mengaku tidak pernah dilibatkan. Memang, kata Daeng Wa’ ada nuansa Bupati Sumbawa akan mengutus tim untuk memusyawarahkan revitalisasi Istana Dalam Loka dengan para ahli waris. Dia mengaku tidak setuju dengan cara itu. Seharusnya, sambung Daeng Wa’, pihaknya dipanggil oleh Bupati, Wakil Bupati atau Sekda Sumbawa untuk diajak bermusyawarah terkait rencana revitalisasi Istana Dalam Loka.
“Alangkah baiknya bila kami dipanggil oleh Bupati, Wakil Bupati atau Sekda Sumbawa untuk membicarakannya. Itu lebih baik daripada mengutus tim yang tidak bisa mengambil kebijakan, Biar kami yang datang atas undangan para pejabat itu. Toh Sekda Sumbawa, Mahmud Abdullah saat masih kecil juga sering bermain di Bala Rea,” tegasnya. Dan akan jauh lebih baik lagi bila Sultan mengundang rembuk para kerabat secara internal.
Lebih jauh Daeng Wa’ memaparkan, ada enam poin penting dalam falsafah hidup Tau Samawa yaitu, niat, jujur, to’ diri (tahu diri), manang tengah (obyektif / berdiri di tengah),  terapkan hukum sesuai aturan dan musyawarah mufakat. “Inilah penising tau loka-loka sepuan atau petuah orang-orang tua kita dulu yang harus dikuti,” tuturnya.
Sementara itu, Sultan Muhammad Kaharuddin IV gagal dihubungi karena sedang berada di Jakarta.
Akankah revitalisasi Istana Dalam Loka dapat terealisasi? Sudah tentu berpulang pada berhasil atau tidaknya komunkasi antar pihak. (oleh : Wahyudi Dirgantara).

Penguasaan Lahan Secara Illegal Marak di Lunyuk

Sumbawa, PSnews – Penguasaan lahan secara illegal cukup marak terjadi di Kecamatan Lunyuk. Umumnya dilakukan oleh oknum-oknum pendatang dari luar Sumbawa, misalnya Lombok dan Bali yang notabene belum mengantongi kartu tanda penduduk atau keterangan berdomisili di Kabupaten Sumbawa.
Persoalan tersebut diungkapkan Camat Lunyuk, Lukmanuddin, kepada pulausumbawanews.com di sela-sela kegiatannya di Sumbawa Besar, Senin (25/03/2013).
Penguasaan lahan secara liar tersebut, disinyalir terjadi di perbatasan Desa Jamu. Oleh sebagian masyarakat sedang direbut dan dikuasai untuk keperluan tertentu, karena adanya sejumlah potensi mineral pasir putih di sekitar lokasi. Penguasaan lahan secara illegal juga dilakukan dengan tujuan untuk menguasai seluas-luasnya dan akan dijual dengan harga tinggi kepada para spekulan. Penguasaan lahan illegal ini menjadi perhatian serius dari pemerintah setempat.
Pemerintah, tegas Camat, atas perintah Bupati mencoba mengembalikan fungsi hutan sebagai mana mestinya, karena banyak masyarakat sengaja membuka lahan. Padahal ijin pembukaan lahan merupakan kewenangan Bupati yang diatur dengan undang-undang. Tapi pada prakteknya diberikan oleh oknum Kepala Dusun dan Kepala Desa terkait. Para oknum Kades menganggap bahwa kewenangan tersebut berada di tingkat Desa lantaran kurangnya pemahaman terhadap aturan.
“Hak membuka lahan berada di Bupati. Baru bisa ada kekuatan hukum kalau ada akte jual beli di depan PPAT atau Camat yang diangkat sebagai PPAT. Proses mendapatkan tanah pun ada tiga dasar, yakni warisan, jual beli dan hibah. Kalau ada yang mendapatkan tanah di luar tiga dasar itu makanya dinyatakan illegal,” papar mantan Camat Ropang tersebut.
Maraknya pembukaan lahan secara illegal, sambung Lukmanuddin, karena keterbasan pemahaman aparatur desa yang menganggap bahwa diterbitkannya peralihan hak di tingkat desa sudah sah. Padahal hal tersebut belum sah dan kuat.
Menurutnya, wilayah Lunyuk saat ini sedang dilirik oleh para investor di berbagai bidang. Mulai dari potensi pariwisata, perkebunan bahkan pertambangan. Anehnya, kata Camat, masyarakat malah mengklaim sebagai wilayahnya. Padahal di dalam SK Bupati hanya memberikan ijin pembukaan lahan maksimal 2 hektar. Ketika masyarakat membuka dan menjual inilah yang menjadi fokus penertiban oleh pemerintah kecamatan. Kewenangan menjatuhkan sanksi berada di Pemerintah Kabupaten. Pihak Pemerintah Kecamatan saat ini masih mengindentifikasi persoalan lahan-lahan yang telah dikuasai. “Kami masih mengidentifikasi persoalan penguasaan lahan sementara tersebut. Bahkan sebagian besar sudah ada yang menerbitkan SPPT nya. Kami duga dalam prosesnya dan mekanismenya tidak benar. Artinya kantor pajak pratama turun tidak mengukur lahan, tetapi dipaksa dan diintimidasi oleh aparat desa yang memiliki kepentingan,” ungkap Camat Lunyuk.
Hal tersebut ditemukan di Desa Emang dan Jamu. Khusus di Jamu telah terjadi pengklaiman oleh komunitas adat Pekasa yang notabene sebagian besar dari Lombok dan dimanfaatkan lembaga tertentu.
Dengan penertiban tanah ini, lanjutnya, pemerintah juga tidak ingin ada kerugian di tengah masyarakat. Pemerintah ini mencari win-win solution. Karena masyarakat yang sudah cukup lama menggarap membuka lahan menjadi lahan pertanian.
Kalaupun akan ada investor yang akan menggarap dan dikompensasi, maka masyarakat jangan melepas dengan harga yang tinggi. Sebab bagaimana pun tujuan mendatangkan investor untuk mensejahterakan masyarakat. Kalau bermasalah, maka akan dipending dulu.
“Siapa saja investor yang akan masuk, harus menertibkan lahan dulu, supaya masyarakat tenang dan investor pun merasa aman. In penting agar sama-sama mendapatkan keuntungan dari investor,” jelas Camat. (PSb)

Lahan Transmigrasi Brang Lamar Terbengkalai

Sumbawa, PSnews – Lahan transmigrasi Brang Lamar di Kecamatan Lunyuk dalam keadaan terbengkalai. Material yang dulu dipasok untuk membangun sebanyak 100 rumah transmigran pun diambil oleh masyarakat yang dulu menjadi supplier dan belum dibayar. Itu dilakukan lantaran mereka menganggap berhak atas bahan-bahan tersebut.
Camat Lunyuk, Lukmanuddin, Senin (25/03/2013), mengakui terbengkalainya lahan Transmigrasi Brang Lamar tersebut. Menurut Camat, memang dulunya di lokasi tersebut ada petugas penjaga. Tapi lama-kelamaan petugas meninggalkan lokasi. Ketika ditinggal petugas, penyuplai material pun mengambil kembali materialnya.
Sehingga, sambung Camat, ketika nanti lahan tersebut akan dilirik investor kembali, maka perlu penanganan secara serius. Dari 100 unit rumah yang akan dibangun, baru sekitar 30 unit rumah yang terselesaikan. Itupun sebagian sudah rusak terkena bencana angin puting beliung awal 2013 lalu.
Camat berharap, dengan proses tender baru ini harus tetap mempekerjakan tenaga lokal untuk pembangunan fisik, kecuali yang tidak tersedia di lokasi. Begitu pula pelibatan petugas keamanan dari masyarakat setempat berada di bawah koordinasi Kepolisian dan Koramil Lunyuk untuk mengamankan lokasi selama dalam pengerjaan.
Dari 200 hektar lahan tersebut, ada pengklaiman dari oknum-oknum di Lunyuk. “Ada beberapa oknum yang mengklaim. Ada oknum anggota DPRD mengklaim seluas 78 hektar. Ada Jimy 100 hektar asal Sumbawa Barat. Ada yang bernama Setia 92 hektar menguasainya di wilayah Bontong, tapi tidak masuk di lahan transmigrasi,” papar Camat Lunyuk. (PSb)

Investor Lirik Pengembangan Sisal di Sumbawa

sosilisasi di wisma daerah 
Sumbawa, PSnews -Direktur Utama PT Santos Jaya Abadi, Soedomo Mergonoto, mengungkapkan ketertarikannya untuk membudidayakan tanaman Sisal di Kabupaten Sumbawa. Sisal merupakan tanaman yang berasal dari Tanzania di Benua Afrika sebagai bahan baku pembuatan karpet.
Jenis tanaman ini sejak setahun terakhir telah dibudidayakan di Tongo dan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat. Tanaman ini dinilai mampu dibudidayakan di lahan tidur dan tidak terpengaruh dengan kekeringan. Nilai ekonomi yang menjanjikan bagi petani menjadi keunggulan tersendiri dalam budidaya Sisal tersebut.
Di hadapan Bupati Sumbawa dan Menteri PDT, Rabu (20/03/2013) malam lalu, Domo, demikian ia dipanggil, memaparkan, pihaknya telah melakukan survey lokasi di beberapa lokasi dari Kecamatan Lunyuk hingga Empang. Di wilayah itu ditemukan beberapa lokasi yang berpotensi untuk membudidayakan Sisal.
Ia mengatakan, tanaman Sisal sudah dimodifikasi di Tiongkok untuk dikembangkan di Indonesia khususnya di Sumbawa. Proses modifikasi tanaman Sisal ini berlangsung selama dua tahun.
Setelah dicoba di Tongo dan Ai Kankung, ternyata hasilnya jauh lebih bagus dari Tiongkok dan panennya bisa lebih awal. Inilah yang menjadi harapan bagi NTB khususnya di Sumbawa.
“Dengan ditanamnya Sisal satu tahun untuk 1 hektar bisa menghasilnya 20 juta rupiah bersih,” ungkapnya.
Jadi, menanam Sisal memiliki harapan yang sangat besar. Untuk itu pihaknya sangat tertarik dalam usaha ini. Apalagi telah meneken MoU dengan Bank Bukopin untuk memberikan kredit bagi para petani Sisal dengan jaminan ditanggung oleh PT Santos Jaya Abadi. Setiap hektar diberikan Rp 170 juta bagi petani dengan cara membentuk koperasi. (PSb)

Pemkab Sumbawa Berharap Eksplorasi Dodo Dipercepat

Sumbawa, PSnews – Pemkab Sumbawa mengharapkan kepada PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) supaya mempercepat proses ekplorasinya di Blok Elang Dodo. Manakala kegiatan eksplorasi tersebut dapat dipercepat, maka perusahaan tidak akan membutuhkan anggaran operasional yang tinggi. Demikian disampaikan Sekda Sumbawa, Rasyidi di hadapan sejumlah manager PTNNT dalam sosialisasi rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) PTNNT di Hotel Parahyangan Sumbawa, Rabu (20/03/2013).
Sekda mengatakan, dari informasi yang diterima, PTNNT saat ini sedang bekerja secara bertahap, meminjam dan mencari uang ke pihak bank.
“Bukan hanya pemerintah yang berharap, masyarakat juga berharap agar kegiatan eksplorasi tidak terlalu lama,” tegas Sekda.
Ia menilai, manfaat bagi perusahaan jika segera menyelesaikan proses eksplorasi dan melakukan eksploitasi, akan memiliki peran lebih besar dalam memberdayakan masyarakat daripada yang dilakukan dalam tahapan eksplorasi saat ini. Dengan eksploitasi, akan banyak yang bisa diperbuat pemerintah dan perusahaan.
Menyikapi harapan Pemkab Sumbawa tersebut, Senior Manager Bussines Opportunity PTNNT, Denis Hendri, menyebutkan, proses eksplorasi tergantung dari hasil pengeboran saat ini dan bulan berikutnya. Pada tahapan saat ini, terangnya, proses pengeboran dilakukan dengan menggunakan 3 mesin bor di 3 ring. Dengan kedalaman 15 sampai 20 meter per hari atau 220 meter per bulan.
Untuk mendapatkan data yang diharapkan, pengeboran akan terus dilakukan pada kerapatan yang berbeda-beda.
Denis memaparkan, di Blok Elang Dodo, sejauh ini terdapat 30 lubang bor sedalam 18.000 meter. Dimulai pada spasi atau jarak 350 hingga 200 meter. Akan diperkecil dari 200 meter menjadi 150 hingga 100 meter. Itu dilakukan untuk mencari potensi mineral yang bisa ditambang.
“Apa yang didapatkan hari ini sebagai bahan untuk dilanjutkan pada hari berikutnya dan sebagai dasar untuk dikembangkan,” jelasnya.
Selain itu, tahun 2013 ini, pemetaan udara juga dilakukan di Lunyuk Utara, Dodo, Rinti dan Teluk Panas. Hal yang sama juga dilakukan perusahaan di sekitar tambang Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat. (PSb)

Ditemukan 165 SPPT Bodong di Lunyuk

Sumbawa, PSnews – Pemerintah Kecamatan Lunyuk menemukan sedikitnya 165 SPPT yang tidak memiliki lahan di Dusun Bontong, Desa Emang. Terungkapnya SPPT bodong tersebut berdasarkan hasil identifikasi oleh Pemerintah Kecamatan dalam 2 atau 3 hari terakhir.
Camat Lunyuk, Lukmanuddin, Senin (25/03/2013), menyebutkan, bahwa lokasi lahan yang disebutkan di SPPT bodong tersebut berada di tengah kawasan hutan lindung.
“Sebagian besar berbentuk hutan. Kok bisa hutan bisa ada SPPTnya. Aneh kan,” ujar Lukmanuddin dengan nada heran.
Menurutnya, letak permasalahnya bukan hanya karena lemahnya pemahaman aparatur di tingkat bawah. Namun tidak lepas dari kurangnya intensitas sosialisasi ke tengah-tengah masyarakat. Sehingga membutuhkan sosialisasi terpadu tentang kesadaran hukum membuka dan menguasai tanah. Terutama kepada aparat desa yang belum sepenuhnya memahami. Pemerintah Desa pun tidak aktif bertanya sejauh mana batas kewenangan untuk membuka lahan baru. Contohnya ada sebuah komunitas aliran kepercayaan yang mengatasnamakan Hindu Krisna. Komunitas tersebut belum tercatat sebagai warga setempat, tapi sudah membuka lahan hutan dan dijadikan tempat tinggal. Karena merasa diri membeli dari oknum ketua RT dan Kepala Dusun.
Terhadap keberadaan 165 SPPT bodong tersebut, belum ada upaya penegasan. Pemerintah Kecamatan baru sebatas menginventarisir. “Saya juga belum melaporkan ke Bupati perkembangan ini. Karena masih menginventarisir tanah-tanah yang dikuasi oleh lebih dari dua pemilik. Dalam satu tanah bisa dua atau tiga pemilik. (PSb)

Selasa, 19 Maret 2013

PONPES NW PADASUKA MENGIRIMKAN 10 SISWA KE PARE KEDIRI JATIM

Rencana pondok pesantren NW padasuka untuk membangun pondok trilingual dan tahfizul Qur’an Alhamdulillah akan terealisasikan. Dengan di kirimnya 10 siswa siswi ke pare Kediri jatim dan dikirimnya beberapa siswa ke daerah ibu kota Jakarta untuk mendalami, menguasai dan menghafalkan Al-qur’an. Hal ini merupakan target dari ponpes sendiri untuk bukan saja untuk mebangun pondok yang trilingual tapi Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas para sisiwa, Ponpes NW padasuka mengirimkan 10 siswa ke pare Kediri jatim. Untuk mempelajari 2 bidang bahasa yang sangat penting di era ini, yaitu bahasa inggris dan bahasa Arab.  Para siswa-siswi yang di kirim bukan saja bisa menguasai bahasa Inggris-Arab, namun mereka di tuntut untuk bias mengajarkan kepada teman-teman siswa yang lain.
santri ponpes NW Pasdasuka belajar Bahasa Inggris Di pare
Hal tersebut karna tuntutan dari perkembangan daerah lunyuk dan Sumbawa pada umumnya. Karna untuk tahun depan aka ada proyek luar negeri yang akan memasuki wilayah lunyuk, maka sebagai warga lunyuk agar kita tidak tertipu daya, kita harus menguasai minimal bahas inggris.
Dan juga untuk meningkatkan sumberdaya manusia yang ada di lunyuk hususnya. Karna yang kita tahu sekarang ini adalah warga lunyuk hususnya masih mayoritas tradisional atau awam, dan itu akan mempermudah siapa saja untuk mengambil keuntungan. Sehingga untuk mewujudkan warga lunyuk yang intlek, saatnya generasi-generasi muda memiliki gebrakan-gebrakan baru.
Siswa-siswi yang di kirim oleh ponpes NW padasuka adalah dari siswa-siswi MTS & MA. Mereka di bolehkan untuk tidak mengikuti pelajaran sekolah selama 3 bulan demi tercapainya target penguasaan Bahasa inggris.

Tendik PAUD Mengikuti Diklat Tingkat Dasar

Sumbawa Besar, Gaung NTB – Sedikitnya 54 tenaga pendidikan (Tendik) PAUD dari seluruh kecamatan di Kabupaten Sumbawa mengikuti pelatihan dan pendidikan (Diklat) berjenjang untuk tingkat dasar. Kegiatan yang digelar Dinas Diknas Sumbawa ini di Hotel Cirebon belum lama ini.
Kasi PAUD Dinas Diknas Sumbawa, Mukhlis S.Pd, dalam laporannya menyatakan, tingginya jumlah anak usia 0–6 tahun yang harus segera mendapatkan layanan pendidikan mendorong adanya langkah-langkah strategis dalam penanganannya.
Hingga akhir Tahun 2012 sebut Mukhlis, Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD Kabupaten Sumbawa telah mencapai angka 57 persen. Hal ini katanya menunjukkan bahwa dari 60.539 anak usia 0-6 tahun, 34.507 anak di antaranya telah mendapat layanan pendidikan. “Tingginya minat dan partisipasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar anak melalui lembaga PAUD adalah sebuah tantangan yang harus disikapi dengan baik oleh lembaga penyelenggaraan PAUD,” tukasnya.
Terkait dengan hal itu, pemerintah menerbitkan Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang Standar PAUD dengan tujuan agar proses penyelenggaraan PAUD lebih terarah, terukur dan bermutu.
“Perkembangan dan pertumbuhan peserta didik yang sesuai dengan tingkat usianya, cerdas, dan berahlak mulia menjadi tujuan utama dari penyelenggaraan PAUD dan semua itu dimaksudkan agar anak-anak PAUD memiliki kesiapan fisik maupun mental untuk mengikuti pendidikan pada jenjang berikutnya,” jelasnya.
Untuk meletkakan pondasi awal pembentukan kemampuan dasar anak menurrut Mukhlis, menjadi tugas sangat berat dan memiliki tantangan yang sangat besar. Karenanya, diperlukan kecakapan dan kecerdasan serta kreatifitas yang tinggi oleh pelakunya dalam hal ini tenaga pendidik PAUD.
Meningkatnya jumlah dan bentuk lembaga layanan PAUD, papar Mukhlis, mengharuskan tersedianya tenaga pendidik yang kompeten di bidangnya. Sementara ketersediaan tenaga pendidik dengan kompetensi yang sesuai dengan standar yang ditetapkan masih jauh dari harapan.
Lebih jauh dikatakan Mukhlis, Dinas Diknas telah berupaya memberi akselerasi dalam peningkatan kompetensi tenaga pendidik PAUD melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, kursus dan magang, maupun dalam bentuk pembinaan di lembaga PKG yang ada.
“Semua pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan mengacu kepada standar diklat yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu diklat berjenjang peningkatan kompetensi tenaga PAUD yang terdiri dari diklat tingkat dasar, diklat tingkat lanjutan dan diklat tingkat mahir,” urainya.
Untuk diketahui lanjut Mukhlis, pada Tahun 2012 lalu Kabupaten Sumbawa telah menyelenggarakan diklat tingkat dasar untuk 90 orang dengan alokasi beban ajar 48 jam pelajaran. Berdasarkan hasil evaluasi di tingkat lapangan, kompentensi yang dimiliki oleh tenaga pendidik yang telah dilatih ini masih belum signifikan. Hal ini disebabkan karena beban materi ajar sangat tidak sebanding dengan alokasi waktu yang tersedia.
Untuk itu sambung Mukhlis, diklat yang digelar Tahun 2013 direncanakan dilaksanakan dalam dua tahap dengan harapan agar materi 48 jam pelajaran yang harus diterima oleh para peserta dapat lebih maksimal. Tahap I, peserta akan diberikan 5 materi ajar dan bahan ajar yang lain pada tahap II yang rencananya akan diselenggarakan pada APBD Perubahan Tahun 2013.
Untuk mendapatkan kompetensi tersebut, Dinas Diknas Sumbawa telah menunjuk instruktur dan narasumber yang telah memiliki kompetensi di bidangnya, seperti Kadis Diknas, Kabid PNFI, Master of Trainer PPAUD, dan Trainer Taliwati Sumbawa.
“Melalui pelatihan ini kami berharap terlatihnya tenaga pendidikan PAUD Sumbawa agar memiliki kompetensi dasar sebagai tenaga pendidikan yang mampu memberikan layanan pendidikan dalam bentuk stimulasi yang tepat dan berusaha memenuhi apa yang menjadi kebutuhan esensial anak lainnya di masing masing lembaga PAUD tempat mereka mengabdi,” harapnya.
Sementara itu Kepala Dinas Diknas Kabupaten Sumbawa, Sudirman Malik S.Pd, dalam arahannya menekankan guru harus memiliki semangat dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.
Pencapaian APK anak usia dini yang sudah di atas standar nasional, katanya, tidak menjadi guru berpuas diri, melainkan dijadikan menjadi penyemangat untuk bekerja lebih baik lagi.
Melalui pelatihan tendik ini, Sudirman mengharapkan terjadi peningkatan kualitas, agar waktu, tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan ini membuahkan hasil maksimal. “Saya minta manfaatkan momen ini dengan baik, tentu harus berangkat dari niat yang tulus ikhlas dalam berbuat.
“Mari kita manfaatkan pelatihan ini dengan sebaik-baiknya, berkolaborasi dengan instruktur maupun sesama peserta agar pelatihan ini bermanfaat bagi anak didik kita,” ajaknya.
Ia juga berharap apa yang diperoleh dari pelatihan ini dapat ditransfer bukan hanya untuk anak didik tetapi guru-guru yang lain.
Di bagian Sudirman mengatakan, Program POSPA-BKB di Kabupaten Sumbawa telah menjadi ikon PAUD di Indonesia. Inilah yang menjadi alasan sejumlah daerah lain melakukan studi banding ke Sumbawa. Predikat ini kata Sudirman harus dipertahankan dengan melaksanakan tugas secara profesional.

Perangkat Desa Emang Kehilangan Vixion

Sumbawa Besar, Gaung NTB – Risal Sukidi terpaksa pulang ke Lunyuk tanpa Vixion miliknya. Pasalnya, perangkat Desa Emang Lestari ini baru saja kehilangan sepeda motor warna merah maron bernopol EA 6394 K tersebut.
Hal ini bermula ketika dia menginap di rumah kenalannya, M Yusuf (24) warga Kampung Irian Kelurahan Seketeng. Saat itu Kamis (14/3) sekitar pukul 22.00 Wita, korban memarkir sepeda motor pengeluaran Tahun 2009 itu di teras rumah Yusuf. Selanjutnya korban masuk dan beristirahat. Paginya ketika bangun tidur, korban terkejut sebab kendaraan tersebut sudah lenyap. Akibatnya korban mengalami kerugian mencapai Rp 16 juta.
Sehari sebelumnya, kasus curanmor juga terjadi di wilayah Kecamatan Lunyuk. Seepda motor Yamaha Jupiter Z DK 2867 EH milik Made Kaya yang ditinggalkan di lokasi persawahan wilayah Dusun Sukamaju Desa Lunyuk Ode Kecamatan Lunyuk, hilang.
Kapolres Sumbawa melalui Kasubag Humas, AKP Musa SH MH mengakui adanya dua kasus curanmor tersebut. Para pelapornya sudah dimintai keterangan, dan pihaknya sedang melakukan penyelidikan di lapangan.

Kursi Termurah ada di Dapil IV, Dapil III Termahal

Sumbawa Besar, Gaung NTB – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah tuntas membahas dan memutuskan Daerah Pemilihan (Dapil) dan jumlah kursi pada Pemilihan Umum Legislatif untuk memilih keanggotaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota yang akan digelar 9 April 2014 mendatang.
Khusus Kabupaten Sumbawa, telah ditetapkan 5 Dapil dengan total 45 kursi DPRD masing-masing Dapil I meliputi Kecamatan Tarano, Empang, Plampang, Labangka dan Maronge, Dapil II terdiri dari Kecamatan Lape, Lopok, Lantung, Ropang, Moyo Hulu, Lunyuk, Orong Telu dan Lenangguar. Sementara Dapil III adalah Kecamatan Labuhan Badas, Unter Iwis dan Batu Lanteh, sedangkan Dapil IV meliputi Rhee, Utan, Buer, Alas dan Kecamatan Alas Barat. Kecamatan Sumbawa, Moyo Hilir dan Moyo Utara masuk ke dalam Dapil V sebagai pecahan Dapil III pada Pemilu sebelumnya.
Mengutip tabulasi perbandingan penduduk terhadap jumlah kursi, KPU telah melakukan perhitungan yang menunjukkan bahwa jumlah bilangan pembangi jumlah penduduk (BPPd) adalah sebesar 11.136. BPPd adalah total jumlah penduduk sebanyak 501.138 jiwa dibagi dengan 45 kursi yangdisediakan untuk DPRD Sumbawa. Sebelumnya jumlah anggota DPRD Sumbawa hanya 40 orang. Lantaran adanya pertambahan penduduk menjadi di atas 500 ribu jiwa, maka kursi ditambah menjadi 45.
Sementara itu, BPPd untuk masing-masing Dapil ternyata berbeda dari BPPd Kabupaten.Pada Dapil I, BPPd adalah sebesar 99.788 jiwa dibagi 9 kursi menjadi 11.088. Sementara Dapil II 11.083, hasil pembagian 110.828 jiwa dengan 10 kursi. Sedangkan Dapil III nilai BPPD-nya 11.084 karena memiliki penduduk sebanyak 70.824 dengan alokasi kursi 6 anggota dewan. Khusus Dapil IV, nilai BPPd-nya 10.856 berdasarkan alokasi kursi 11 buah dengan jumlah penduduk sebanyak 119.418 jiwa. Dapil V memiliki penduduk 100.280 jiwa dengan jumlah yang diperebutkan sebanyak 9 kursi sehingga BPPd-nya mencapai 11.142.
Dari data tersebut tergambar bahwa kursi “termurah” terdapat di Dapil IV (Rhee, Utan,. Nuer, Alas dan Alas Barat) dengan BPPd 10.856 sementara kursi “termahal” ada di Dapil III (Labuhan Badas, Unter Iwis dan Batu Lanteh) dengan BPPd sebanyak 11.904.
Sementara itu, meskipun tidak terlalu jauh berbeda, maka jumlah bilangan pembagi pemilih tetap (BPPt) juga akan berbeda dalam tiap-tiap Dapil. Begitu pula kelak ketika Pemilu digelar, nilai kursi tiap-tiap Dapil juga akan berbeda karena sangat tergantung kepada jumlah suara sah yang kemudian dibagi dengan jumlah alokasi kursi pada tiap-tiap Dapil.
Sayang, saat ini KPU belum memiliki data pemilih tetap sebagai nilai pembanding bagi masyarakat maupun politisi untuk mengetahui lebih dini prakiraan nilai Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) Pemilu 2014 yang akan datang.
Ketua KPU Kabupaten Sumbawa Suhardi Soud kepada Gaung NTB belum lama ini menyebutkan bahwa untuk Daftar Pemilih Tetp saat ini sudah memasuki proses final dimana penetapan untuk tingkat desa akan dilakukan pada 22 Maret 2013 depan.

Sebagian Komunitas Krisna Sudah Meninggalkan Lunyuk

Sumbawa Besar, Gaung NTB – Pemerintah Kecamatan Lunyuk bersama dengan pemerintah desa setempat terus melakukan pemantauan terhadap keberadaan Komunitas Krisna di Olat Sengko Desa Emang Kecamatan Lunyuk.
Sebagian dari penganut aliran “Krisna” ini mulai meninggalkan Lunyuk, sejak intensifnya pemerintah setempat memberikan himbauan. “Yang masih bertahan adalah yang merasa memiliki lahan yang dibeli dari warga setempat,” kata Sekretaris Camat Lunyuk, M Lutfi Makki M.Si kepada Gaung NTB, Kamis (14/3).
Kemungkinan sisa dari komunitas ini akan pulang ke kampong halamannya apabila uang yang terlanjur digunakan untuk membeli lahan dpaat dikembalikan.Meski demikian diakui Ustad Luthfi, sejak dikunjungi Asisten I Setda Sumbawa bersama rombongan belum lama ini, mereka tidak lagi melakukan aktifitas berarti, dan juga rencana kedatangan anggota komunitas lain dari daerah luar menjadi batal.
“Keberadaan mereka di Sumbawa illegal, mereka hanya memiliki identitas dari daerah asal masing-masing, tidak ada dokumen mutasi kependudukan dan juga tidak pernah melaporkan kedatangan mereka,” jelas Lutfi.
Persoalan lainnya, kata Lutfi, lokasi yang didiami oleh komunitas tersebut adalah kawasan hutan yang dilarang masuk, apalagi dilakukan perambahan. “Kami yakin keberadaan mereka di Olat Sengko tidak akan berkembang karena mereka sudah menyadari kesalahannya, apalagi umat Hindu sendiri juga menolak keberadaan mereka,” ujarnya.

Sabtu, 09 Maret 2013

Penganut “Aliran Krisna” Diami Bukit Sengko Lunyuk, Kalungi Tasbih Besar dan Rambut Dikuncir

Lunyuk, Gaung NTB – Warga di Kecamatan Lunyuk kini dihebohkan dengan adanya sekelompok orang yang konon menganut kepercayaan baru. Kelompok yang dikenal dengan “Aliran Krisna” ini sudah beberapa bulan mendiami Bukit Sengko wilayah Bontong Desa Emang—atau sekitar 7 kilometer dari pemukiman penduduk.
Selain aktivitas ibadah, kelompok yang berasal dari Pulau Bali (Bangli) ini juga hendak bercocok tanam. Mereka sudah membeli lahan sekitar 20 hektar dan kini dalam tahap perintisan. Kelompok ini memiliki ciri khusus, mengenakan tasbih besar yang dikalungi dan kepala botak dengan menyisakan sedikit rambut yang dikuncir.
Pemerintah kecamatan yang mengetahui informasi tersebut telah turun ke lokasi untuk menemui kelompok tersebut. Bahkan pihak camat setempat juga sudah menghentikan aktivitas mereka baik ibadah maupun kegiatan pertanian.
Camat Lunyuk, Lukmanuddin S.Sos yang dikonfirmasi tadi malam, mengakui adanya kelompok yang menganut “Aliran Krisna” dan sejak Oktober 2012 masuk dan menetap di Bukit Sengko Bontong Kecamatan Lunyuk. Mereka membeli lahan di kadus setempat, tanpa sepengetahuan kades maupun camat. “Mereka sedang merintis untuk membuka lahan yang sebelumnya masih hutan belantara,” kata Lukman—akrab mantan Camat Ropang ini disapa.
Terkait keberadaan kelompok aliran ini, camat mengaku sudah mengkomunikasikannya dengan Umat Hindu di Lunyuk, termasuk Kades Sukamaju. Mereka menolak dengan tegas keberadaan aliran tersebut, karena mengajarkan orang menjadi pemalas. “Kami juga telah berkoordinasi dengan pihak kabupaten dalam hal ini Asisten I dan Kabag Hukum,” akunya.
Keberadaan kelompok aliran ini secara administrasi kependudukan dikatagorikan illegal, karena tanpa surat pindah dan identitas lainnya. Mereka masuk Lunyuk secara liar. Hal inilah yang menjadi dasar pihaknya menghentikan segala aktivitas kelompok tersebut, di samping adanya kekhawatiran terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. “Tidak ada yang melarang siapapun tinggal di Sumbawa khususnya Lunyuk, asalkan dilengkapi dengan dokumen resmi antar propinsi, dan identitas kependudukan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku,” demikian Camat.

Hutan Sengko Dirambah dan Diperjualbelikan

Lunyuk, Gaung NTB – Bukit Sengko Bontong Desa Emang Kecamatan Lunyuk terancam botak. Perambahan sudah terjadi secara besar-besaran, bahkan telah diperjual-belikan sebagai lahan untuk bercocok tanam. Padahal bukit dengan hutan belantara, rimbun dan hijau ini adalah milik Negara yang telah dicadangkan pemerintah daerah bagi lahan peruntukan lain termasuk trans baru dan investor Zizal.
Camat Lunyuk, Lukmanuddin S.Sos yang dikonfirmasi Gaung NTB, Minggu (3/3) mengakui kondisi tersebut. Masyarakat seenaknya membuka lahan, dan memperjual-belikan kepada orang lain. ‘Kebebasan’ warga ini ungkap Camat Lukman, tidak terlepas dari peran pihak pajak yang dengan mudahnya mengukur dan menerbitkan SPPT di bukit tersebut. Dengan SPPT yang dianggap warga sebagai legalitas atas kepemilikan tanah, dijadikan dasar untuk menggarap dan menjual-belikan lahan yang masih berbukit tersebut. “Sangat mudah pihak pajak datang mengukur, terbitkan SPPT tanpa sepengetahuan pihak desa dan kecamatan,” sesal Lukman, sembari mensinyalir dalam melakukan pengukuran, petugas pajak tidak turun ke lapangan secara riel.
Yang mencengangkan lagi, lanjut Lukman, ada oknum anggota DPRD yang memiliki lahan puluhan hektar di lokasi tersebut. Padahal secara aturan per orang hanya bisa memiliki paling banyak 3 Ha lahan. Selain itu warga setempat sudah diberikan lahan oleh pemerintah seluas 400 Ha sebagai lahan transmigrasi masing-masing 2 Ha per KK. Namun dalam perjalanannya banyak lahan itu yang dijual. Selanjutnya mereka membuka lahan baru di sekitarnya. Tak mengherankan satu orang bisa menguasai belasan dan puluhan hektar lahan.
Untuk diketahui, jelas Lukman, syarat memiliki lahan adalah karena warisan, proses jual beli dan hibah baik oleh pemerintah maupun individu. Demikian dengan membuka lahan, harus dengan SK Bupati. “Semua ada prosedur dan aturan, bukan seenak perutnya,” tukas Camat.

Bappeda Monev Pelaksanaan Program PNPM MP

Sumbawa Besar, Gaung NTB – Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumbawa mulai tahun ini akan terlibat dalam melakukan evaluasi dan monitoring terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP).
Kepala Sub Bidang Sosial Budaya pada Bidang Sosial Budaya Bappeda Sumbawa, Amir Mahmud, kepada Gaung NTB Rabu (27/02) menjelaskan tahun 2013 ini merupakan tahun pertama Bappeda melakukan koordinasi dengan semua SKPD terkait penyelenggaraan PNPM MP.
Selama ini Bappeda dalam melakukan koordinasi tidak optimal karena peran koordinasi dilaksanakan sendiri oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPM-PD) sebagai leading sector PNPM-MP.
“Tahun ini kami ambil alih dengan harapan koordinasi dapat dilakukan lebih optimal,” jelasnya.
Koordinasi yang dilakukan oleh Bappeda dalam hal ini jelas Amir, tidak lain untuk memantapkan program hingga ditingkat kecamatan, sehingga program dapat terlaksanaka dengan baik sesuai dengan aturan.
Dalam koordinasi itu juga akan melibatkan Camat setempat hingga ditingkat desa.
Di samping akan melakukan koordinasi dengan SKPD, Bappeda juga akan melakukan pemantauan sekaligus evalusi terhadap program tersebut.
“Apa yang selama ini menjadi kendala dan tantangan dalam pelaksanaannya, diharapkan dengan adanya keterlibatan Bappeda secara optimal hasil pelaksanaan PNPM menjadi lebih baik lagi,” harapnya.
Sementara itu ditempat terpisah, Penanggung Jawab Operasional Kegiatan PNPM MP, Drs Taufik Abdul Syukur, kepada Gaung NTB menjelaskan sekarang ini BPM-PD sebagai leading sector PNPM-MP sedang melakukan persiapan untuk pelaksanaan program tahun 2013.
Persiapan yang dimaksud Taufik, antara lain adalah pemantapan satuan kerja tingkat kabupaten, serta melakukan sosialisasi ke 12 kecamatan yang mendapatkan program PNPM MP.
Adapun 12 kecamatan yang menjadi lokasi pelaksanaan program PNPM-MP meliputi Alas Barat, Utan, Labuan Badas, Lape, Lopok, Lantung, Lenangguar, Plampang, Labangka, Empang, Orong Telu dan Kecamatan Labangka.
Dalam kegiatan sosialisasi tersebut jelasnya Taufik beberapa yang disampaikan kepada masyarakat antara lain mengenai kelanjutan program, jumlah anggaran, sekaligus juga memfasilitasi kegiatan perencanaan untuk tahun 2014.
Taufik juga menyampaikan bahwa total anggaran PNPM tahun 2013 sesuai dengan Dipa yang ada yakni sebesar Rp 30,89 miliar yang terdiri dari PNPM MP sebesar Rp 19.812.349.000 dan alokasi dana untuk PNPM GSC sebesar Rp 11.077.680.000.
Sementara alokasi anggaran untuk Program PNPM-MP yang disebut Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) pada masing-masing kecamatan memiliki angka berbeda-beda yakni Rp 1 miliar masing-masing untuk Kecamatan Alas Barat, Lape, Lopok dan Empang, sementara Labuhan Badas dan Plampang memiliki alokasi senilai Rp 1,3 miliar serta Orong Telu sebesar Rp 1,8 miliar. Sedangkan Kecamatan Utan mendapat alokasi sebesar Rp 3 miliar, dan terbesar untuk Kecamatan Lunyuk dan Labangka yakni sebanyak Rp 3,1 miliar. Dua kecamatan lain yakni Lantung dan Lenangguar merupakan penerima terkecil masing-masing sebesar Rp 850 juta.
Anggaran untuk ke-12 kecamatan tersebut sudah termasuk dana sharing dari APBD Kabupaten Sumbawa sebesar Rp 932.500.000.
Menurut Taufik, secara umum PNPM-MP bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan dengan bentuk program terdiri dari kegiatan fisik berupa pembangunan infrastruktur jalan usaha tani, jalan lingkungan, jembatan, MCK, rabat beton dan kegiatan fisik lainnya yang disesuaikan dengan usulan masyarakat berdasarkan proses perencanaan sesuai dengan petunjuk teknis yang ada.
Sementara untuk kegiatan non fisik besar anggarannya maksimal 25 persen dari BLM.
Disamping dana BLM tersebut jelas Taufik, pemerintah pusat juga menyiapkan anggaran untuk kegiatan perencanaan dan pelatihan yang dananya dikelola langsung oleh masyarakat melalui Unit Pengelola Kegiatan UPK dan dibantu difasilitsi oleh kecamatan.
PNPM MP ini, jelasnya telah berlangsung dari tahun 2008 dan rencananya akan berakhir tahun 2014. Dana ini dikelola langsung oleh Satker di BPM-PD.
Dijelaskan, rencana realisasi program pada tahun 2013 ini akan berlangsung sekitar awal bulan Maret 2013, untuk pencairan BM tahap pertama.

Empat Nelayan Labuhan Lalar Ditemukan, Evakuasi Terkendala Cuaca

Taliwang, Gaung NTB – Empat orang nelayan Labuhan Lalar yang dilaporkan hilang di peraian Talonang kecamatan Sekongkang senin (25/2) akhirnya ditemukan. Keempat nelayan tersebut ditemukan selamat beserta perahu motor yang mereka tumpangi, oleh tim SAR PTNNT yang melakukan pencarian menggunakan helicopter.
Kepala Desa Labuhan Lalar, Khaerul Razikin, kepada wartawan kemarin, menyatakan keempat nelayan tersebut ditemukan tim SAR pada Senin sore disekitar perairan kecamatan Lunyuk Sumbawa.
“Perahu motor yang ditumpangi keempat nelayan tersebut ditemukan tim terombang ambing dibawa arus karena mesin perahu dalam keadaan rusak. Tetapi semua nelayan yang ada diperahu tersebut selamat,” jelasnya.
Informasi dari Tim SAR, saat ditemukan kondisi Jumaiyyah, nahkoda perahu dan 3 orang ABK-nya dalam keadaan sehat. Hanya saja perahu mereka tidak dapat dibawa menepi karena mesin dalam keadaan rusak dan tidak dapat dihidupkan. Sementara itu helicopter yang menemukan Jumaiyyah tidak dapat banyak membantu untuk mengevakuasi para awak perahu tersebut. Tim SAR hanya memberikan ransum untuk bertahan selama menunggu jemputan dari tim SAR yang melakukan pencarian lewat laut. “Mereka hanyut karena selain tali jangkar putus, juga tidak ada satupun dari mereka yang mengerti mesin jadi mesin tidak dapat diperbaiki,” timpalnya.
Hingga berita ini diturunkan upaya untuk segera mengevakuasi keempat nelayan tersebut masih dilakukan. Menurut Khairul, sebenarnya saat ditemukan, upaya menjemput Jumaiyyah dan ketiga rekannya itu telah dicoba dengan meminta bantuan kapal ikan milik PT Korina Fishener Indonesia (KFI), tetapi saat itu kondisi cuaca kurang memungkinkan dan posisi kapal Korina kekurangan bahan bakar.
“Hari ini (kemarin) kita kembali meminta bantuan kepada Korina mudah-mudahan bisa, tapi kalau tidak bisa kami akan meminta bantuan ke Newmont lagi. Siapa tahu menggunakan armada speed boat Newmont bisa sampai di lokasi penjemputan,” harap Khairul.
Selain meminta bantuan ke pihak lain, warga desa Labuhan Lalar lainnya juga terus berusaha mengjangkau keberadaan kapal Jumaiyyah di tengah laut. Khairul mengatakan, sejak awal pihaknya memang meminta kepada warganya terutama yang saat ini sedang berada di tengah laut untuk ikut mencari keberadaan keempat nelayan tersebut.
Tapi dengan kondisi cuaca seperti sekarang, lokasi perahu tersebut sangat sulit dijangkau dengab perahu nelayan yang berukuean kecil.
“Yang jelas kami tetap berupya bagaimanapun caranya agar penjemputan bisa segera dilakukan,” tandas Khaerul.

Sempat Ditahan, Polisi Lepas 81 Kubik Kayu Asal Desa Emang

Taliwang, Gaung NTB – Diduga tidak memiliki dokumen, Kepolisian Resor Sumbawa Barat mengamankan 81 kubik kayu asal Emang Kecamatan Lunyuk Sumbawa. Namun kayu yang diamankan pada Senin (19/02) pukul 22.00 wita itu akhirnya dilepas pada Jum’at (22/02) dan diserahkan kembali ke pemiliknya.
Kapolres Sumbawa Barat Sumbawa Barat AKBP M Suryo Saputro SIK didampingi Kasubag Humas, Ipda Hofni Nefa Bureni kepada wartawan menyebutkan, bahwa Sebelumnya petugas Penyidik pada Satuan Reskrim setempat melakukan pemeriksaan terhadap dokumen dan memanggil saksi ahli dari Dinas Hutbuntan KSB hingga menurunkan tim untuk melakukan lacak bala ke lokasi di desa Emang kecamatan Lunyuk.
Kayu yang meliputi kayu jenis kesi, sawo, binong, meriga, mangga, pakolo/palotong, bulu ayam, salam itu berasal dari lokasi yang berdasarkan hasil lacak bala terletak pada lintang selatan S9 derajat 05’07,5’ dari bagian timur 117 derajat 02’39,9” sampai dengan lintang selatan 09 derajat 05’17,1” bujur timur 117derajat 02’41,5.
Menurut Kapolres, alasan diamankannya kayu tersebut karena tidak dilengkapi dengan bukti pembayaran retribusi kepada negara.
“Setelah melalui berbagai proses akhirnya kayu tersebut resmi dilepas,” katanya.
Diakui bahwa kayu-kayu yang diangkut menggunakan 6 truk itu dalam keterangannya berasal dari kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR). “Dari Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) yang dikantongi untuk membawa 81 kubik kayu tersebut dinilai telah sah menurut Undang-Undang,” ungkapnya.
Sementara itu Ipda Hofni berharap kepada instansi terkait agar berkewajiban secara moral untuk menjelaskan kepada perangkat desa (Kades, Red) agar memahami betul tentang mekanisme mengeluarkan / menerbitkan surat keterangan asal-ulus kayu (SKAU).
“Semestinya ada proses pembayaran retribusi setelah itu dilampirkan bersama SKAU setelah itu kayu boleh dibawa, tidak serta merta SKAU terbit langsung kayu dibawa tentu akan menimbulkan hambatan,” imbuh Hofni.

Dipertanyakan, Rekrutmen Peserta Pelatihan Kerja di LLK

Sumbawa Besar, Gaung NTB – Sejumlah pemuda dari Kecamatan Lantung, mempertanyakan perekrutan calon peserta pelatihan kerja sebagai tenaga Operator Alat Berat (Excavator) dan Operator Dump Truk yang dilakukan oleh UPT Loka Latihan Kerja (LLK) Disnakertran Sumbawa yang bekerja sama dengan PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT).
Ketua Pemuda Lantung, Rahmad Andriadi kepada Gaung NTB, Senin (25/02), menyatakan bahwa perekrutan tersebut dinilainya tidak obyektif, karena informasi mengenai perekrutan calon peserta pelatihan tersebut sampai di Kecamatan Lantung hanya sehari sebelum ditutup, hal ini membuat sejumlah pemuda dari kecamatan setempat tidak memiliki kesempatan mendaftar untuk mengikuti seleksi.
Menurut Rahmad yang didampingi sejumlah rekannya, bahwa pengumuman perekrutan tanggal 5 Januari 2013, namun pengumuman itu sampai di Kantor Camat Lantung pada tanggal 20 Februari 2013 sementara batas akhir pendaftaran tanggal 21 Februari 2013.
“Kami mendapat informasi seperti ini, sangat tidak adil, karena kesempatan kami sangat sedikit. Sementara kecamatan lain di sekitar wilayah tambang PTNNT sudah lebih dahulu mendapatkan informasi tersebut,” katanya.
Oleh karena itu Rahmad berharap kepada Disnakertran Sumbawa dan PTNNT agar dapat memberikan kesempatan kembali kepada anak-anak muda di Lantung untuk mendaftarkan diri menjadi peserta pelatihan di LLK tersebut.
Sementara itu Kepala UPTD LLK Sumbawa Sudirman yang dikonfirmasi Gaung NTB, Selasa (26/02) menjelaskan sebenarnya Surat Informasi Pelaksaan Pelatihan Kerja Berbasis Kompetensi, dengan Nomor 504/137/Nakertrans/2013 bertanggal 4 Januari 2013, sudah dikirim lebih awal kepada 11 kecamatan yang menjadi wilayah perekrutan termasuk Kecamatan Lantung.
Menurut Sudirman, surat tersebut dikirim ke Kecamatan Lantung pada tanggal 6 Februari 2013 yang dititip melalui Kepala SDN Lantung Sepukur atas nama Abdul Muis SPd, pada keesokan langsung disampaikan ke salah seorang staf kecamatan di Lantung, sehingga diperkirakan surat tersebut sudah sampai pada tanggal 7 atau 8 Februari 2013.
Namun ternyata surat tersebut sampai menjelang batas akhir pendafaran belum sampai di Kecamatan Lantung. Hal itu baru diketahui oleh pegawai Disnakertrans pada saat salah seorang Kepala Desa di Kecamatan Lantung mempertanyakan masalah informasi perekrutan, pada tanggal 18 Februari.
Mendapat informasi tersebut pihak Disnakertrans Sumbawa langsung mengirim kembali surat susulan yang disampaikan melalui kepala desa setempat, sehingga baru diumumkan di Kantor Camat pada tanggal 20 Februari atau sehari sebelum penutupan.
Namun demikian karena adanya kesalahan teknis terkait keterlambatan informasi tersebut, pihak penyelenggara pelatihan masih membuat kebijakan dengan menerima pendaftaran khusus dari Kecamatan Lantung sampai tanggal 25 Februari atau sebelum testing dimulai.
Sementara terkait dengan permintaan pemuda Kecamatan Lantung agar membuka kesempatan kembali untuk mendaftar sebagai calon peserta pelatihan, Kepala Disnakertran Sumbawa, Drs Arief MSi kepada Gaung NTB, menyatakan sehubungan dengan tenggat waktu yang diberikan, antara pembukaan hingga penutupan pendaftaran yang relatif pendek, maka Disnakertrans telah mengkomunikasikan dengan PTNNT sebagai mitra kerja, untuk disepakati membuka kembali pendaftaran tahap kedua untuk pelatihan yang sama, untuk jumlah kecamatan yang sama sebagaimana sebelumnya.
Mengenai kepastian tanggal mulai pendaftaran hingga penutup tahap kedua, menurut mantan Kepala BPBD Sumbawa ini, akan segera menyusul dan akan disampaikan kepada camat di 11 kecamatan tersebut yang selanjutnya diharapkan untuk dilanjutkan ke masing-masing desa di dalam wilayah kecamatan dimaksud.
Kebijakan ini kata Arief, sangat obyektif atas dasar situasi dan kondisi yang sulit untuk memenuhi limit pendaftaran sebelumnya.
Dia berharap agar permasalahan sebelumnya dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak, agar mensegerakan dan menyikapi cepat tentang sesuai peluang jangan mengulur waktu atau semacamnya.
Pada kesempatan itu juga dijelaskan oleh Kabid Latihan dan Produktiftas (Latas) Disnakertrans, Dwi Istanto bahwa kegiatan pelatihan kerja tersebut dilaksanakan oleh LLK Sumbawa atas kerja sama antara Disnakertrans Sumbawa dengan PTNNT
Pada pelatihan kali ini jelasnya, pihak Disnakertrans dan PTNNT menyepakati untuk menggelar pelatihan terhadap tenaga operator Excavator dan tenaga operator Dum Truk, dengan peserta diambil dari 11 kecamatan berdasarkan permintaan dari PTNNT, meliputi Kecamatan Moyo Hulu, Ropang, Lape, Lopok, Lenangguar, Orong Telu, Lunyuk, Lantung, Labuan Badas, Sumbawa dan Untir Iwis.
Jumlah calon peserta yang akan dilatih untuk 2 kompetensi tersebut yakni sebanyak 100 orang masing-masing kompetensi sebanyak 50 orang.
Untuk seleksi tahap pertama yang telah dibuka dan dilakukan seleksi, yang mendaftar sebanyak 398 orang, yang mengikuti seleksi sebanyak 337, sisanya 61 orang tidak hadir.
Sementara terhadap hasil seleksi, baru akan diumumkan setelah seleksi tahap kedua dilakukan, sesuai kesepakatan Disnakertrans dengan PTNNT.

Hanya Dapil Sumbawa 3 yang Dimekarkan

Sumbawa Besar, Gaung NTB – Daerah Pemilihan (Dapil) mana saja di Kabupaten Sumbawa yang dimekarkan, terjawab sudah. Hal ini terungkap pada hasil rapat koordinasi KPU kabupaten/kota dengan KPU Provinsi NTB, yang berlangsung sejak 22 hingga 24 Februari 2013.
Anggota KPU Kabupaten Sumbawa, Syukri Rahmat S.Ag, mengatakan, rapat tersebut terkait dengan pemekaran Dapil pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Masalah Dapil ini juga telah dikoordinasikan dengan anggota KPU pusat di Jakarta.
Dalam rapat tersebut jelas Syukri, pemekaran Dapil baru dapat dilakukan apabila Dapil yang pada pileg sebelumnya tidak selaras lagi atau telah bertentangan dengan UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu. Contoh pelanggaran dimaksud jelas Syukri, adalah jumlah alokasi kursi yang ditetapkan sudah melebihi ambang batas (12 kursi), baru dapat dilakukan pemekaran Dapil.
Menurut Syukri, Dapil di Kabupaten Sumbawa yang bertentangan dengan UU tersebut adalah Dapil Sumbawa 3, yang alokasi kursinya sudah mencapai 16 kursi. “Ini sudah pasti dilakukan pemekaran,” cetusnya.
Bagaimana usulan pemekaran untuk Dapil Sumbawa 2, Syukri mengaku tidak direalisasikan, meski dalam rapat itu KPU Sumbawa telah memberikan berbagai pertimbangan seperti luas wilayah dan jarak tempuh.
“Usulan ini telah kami sampaikan, tapi KPU Provinsi tetap menyatakan hanya Dapil Sumbawa 3 yang dimekarkan,” jelas Syukri.
Informasi ini sengaja disampaikan lebih awal agar Parpol peserta pemilu dapat memahaminya. “Kami juga akan menyampaikan hal ini dalam konsultasi publik yang akan digelar dalam waktu dekat ini,” akunya.
Untuk diketahui, ada 5 Dapil di Kabupaten Sumbawa. Dapil Sumbawa 1 meliputi Kecamatan Tarano, Empang, Labangka, Plampang, dan Maronge dengan jumlah 9 kursi, Dapil Sumbawa 2 yaitu Kecamatan Lape, Lopok, Ropang, Lantung, Lunyuk, Moyo Hulu, dan Orong Telu dengan 10 kursi.
Sementara Dapil Sumbawa 3 meliputi Kecamatan Moyo Hilir, Moyo Utara dan Sumbawa (9 kursi), Dapil Sumbawa 4 terdiri dari Kecamatan Untir Iwis, Labuan Badas dan Batu Lanteh (6 kursi) dan Dapil 5 Sumbawa sebanyak 11 kursi meliputi Kecamatan Rhee, Utan, Alas dan Alas Barat. “Totalnya ada 45 kursi,” demikian Syukri.

NTB Berharap Menkeu Berikan Saham Divestasi Newmont

Mataram, Gaung NTB – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berharap Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo, memberikan hak pembelian tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) jatah divestasi terakhir, senilai 246,8 juta dolar AS. “Itu harapan NTB, dan mudah-mudahan setelah berkunjung ke NTB, hal itu terwujud,” kata Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, di Mataram, Selasa, ketika menanggapi proses akuisisi saham divestasi terakhir itu, yang dikaitkan dengan rencana kunjungan Menkeu ke NTB, 10 Maret 2013.
Menkeu akan datang ke NTB terkait rencana pendirian Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) di Pulau Sumbawa, Provinsi NTB.
Direncanakan, Menkeu dan Gubernur NTB akan menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait pendirian STAN di Sumbawa, sekaligus meninjau lokasi pembangunan kampus STAN di Sumbawa.
“Kami juga akan minta agar pemerintah pusat yang diwakili Menkeu dan Menteri ESDM segera mengambil keputusan untuk menyerahkan ke daerah, untuk membeli saham itu,” ujarnya.
Zainul mengaku telah berkali-kali menyurati Menkeu dan Menteri ESDM serta pejabat terkait lainnya di Jakarta, agar pemda di NTB diberi kewenangan untuk mengakuisisi saham Newmont divestasi terakhir itu.
Realisasi pembelian saham divestasi terakhir atau jatah divestasi 2010 senilai 246,8 juta dolar AS yang telah disepakati pada 2011 itu, menjadi tidak pasti setelah berkali-kali dilakukan penandatanganan amandemen pembelian saham tersebut.
Tiga pemerintah daerah di NTB yakni pemerintah provinsi, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, dan Sumbawa, masih tetap bersikeras mendapatkan hak pembelian saham tersebut.
Di sisi lain, adanya keinginan kuat dari Menkeu yang mewakili pemerintah pusat untuk melibatkan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) guna merealisasikan pembelian saham tersebut.
Namun, proses pembelian saham tersebut terus terulur dan pemerintah kembali memperpanjang masa perjanjian jual beli tujuh persen saham divestasi PTNNT hingga 26 April 2013, yang sebelumnya berakhir pada 31 Januari 2013.
Perpanjangan itu ditandai melalui penandatanganan amandemen kelima, perjanjian jual beli antara Kepala Pusat Investasi Pemerintah Soritaon Siregar dengan perwakilan Nusa Tenggara Partnership BV Blake Rhodes dan Toru Tokuhisa di Jakarta, 31 Januari 2013.
Amandemen kelima ini dilakukan mengingat hingga saat ini syarat-syarat efektif yang disepakati dalam amandemen pada 24 Oktober 2012 belum terpenuhi, dan perpanjangan ini memberikan ruang kepada kedua pihak untuk bertindak dalam memenuhi kewajiban masing-masing.
Sebelum penandatangan amandemen pertama hingga kelima, dicapai kesepakatan divestasi tujuh persen saham Newmont itu yang ditandatangani pada Mei 2011, namun hingga saat ini perjanjian tersebut belum dieksekusi, akibat hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan pembelian itu harus seizin DPR.
Hal tersebut membuat pemerintah kemudian meminta perpanjangan waktu “Sales Purchase Agreement” (SPA) selama enam bulan pada November 2011 hingga Mei 2012. Setelah kedaluwarsa, pemerintah kembali meminta perpanjangan waktu enam bulan, dan perpanjangan kelima yang baru akan berakhir 31 April 2013.
Pemerintah juga mengajukan masalah tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun pada akhirnya MK tidak mengabulkan permohonan pemerintah, terkait sengketa kewenangan keharusan meminta izin DPR dalam divestasi tersebut.
MK memutuskan bahwa pemerintah harus meminta izin DPR sebelum mengeksekusi divestasi tujuh persen saham tersebut. Keputusan ini kembali membuat pemerintah meminta perpanjangan waktu SPA.
Sejauh ini, Pemerintah Provinsi NTB melalui perusahaannya PT Daerah Maju Bersaing (DMB) yang bermitra dengan PT Multicapital (anak usaha PT Bumi Resources Tbk) atau Bakrie Group, hingga membentuk perusahaan patungan yakni PT Multi Daerah Bersaing (MDB) telah mengakuisi 24 persen saham divestasi PTNNT yang nilainya mencapai 867,23 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp8,6 triliun.
Sesuai kontrak karya, PTNNT berkewajiban mendivestasikan 51 persen sahamnya kepada pihak nasional yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun perusahaan nasional.
Kini, komposisi kepemilikan saham PTNNT sudah 24 persen yang menjadi milik Pemda NTB beserta investor mitranya, dan PT Pukuafu Indah yang semula menguasai 20 persen saham PTNNT kemudian menjual sebanyak 2,2 persen sahamnya kepada PT Indonesia Masbaga Investama (IMI) sehingga kini PT Pukuafu Indah hanya menguasai 17,8 persen.
Setelah proses divestasi tujuh persen saham itu rampung, maka saham yang dimiliki dimiliki Nusa Tenggara Partnership, nantinya tinggal 49 persen dari semula 80 persen yang terdiri dari 45 persen saham milik Newmont Indonesia Limited (NIL) dan 35 persen milik Nusa Tenggara Mining Corporation (NTMC) Sumitomo. (Ant)

Empat Nelayan Labuhan Lalar Dilaporkan Hilang di Perairan Selatan



Taliwang, Gaung NTB – Empat orang nelayan asal Desa Labuhan Lalar Kecamatan Taliwang, dinyatakan hilang di perairan sekitar perbatasan Talonang KSB dengan Kecamatan Lunyuk Sumbawa. Keempat orang nelayan tersebut diketahui turun melaut (memancing) sejak Sabtu pekan lalu dan dilaporkan hilang pada Senin pagi (25/2) kemarin.
“Laporan dari warga nelayan lain yang memancing dilokasi yang sama, perahu yang ditumpangi keempat nelayan tersebut dihantam gelombang yang mengakibatkan mesin perahu mati dan jangkar putus. Mereka kemudian dibawa arus. Sampai sekarang belum diketahui apakah perahu mereka tenggelam atau hanya dibawa arus,” terang kepala Desa Labuhan Lalar, Khairul Razikin kepada Gaung NTB kemarin.
Keempat nelayan tersebut masing-masing Jumaiyah, Jalaluddin, Andi dan seorang nelayan yang identitasnya belum diketahui. Mereka memancing ke wilayah perairan Talonang yang merupakan bagian dari Samudera Indonesia yang terkenal dengan gelombangnya menggunakan perahu motor berbobot 5 gt. Menurut Khairul Razikin, memancing ke perairan selatan KSB itu merupakan rutinitas sebagian nelayan Labuhan Lalar.
“Kami masih berkoordinasi untuk mencari tahu keberadaan keempat warga tersebut. Informasi yang kami dapat PTNNT telah mengerahkan helicopter untuk pencarian. Sejumlah warga juga telah menuju lokasi untuk melakukan pencarian,” jelasnya.
Sampai berita ini diturunkan belum ada kabar mengenai perkembangan pencarian terhadap keempat nelayan tersebut. Sementara cuaca disekitar perairan Labuhan Lalar kemarin terlihat cukup bagus dan para nelayan tetap turun melakukan aktifitas melaut seperti biasa.

Jumat, 08 Maret 2013

Genjot Produksi Emas dan Tembaga, Newmont Eksplorasi Blok Baru

Produksi Newmont pada 2012 lalu turun.

Iwan Kurniawan, Syahrul Ansyari
Tambang Batu Hijau milik Newmont Nusa Tenggara.
Tambang Batu Hijau milik Newmont Nusa Tenggara. (Newmont )

VIVAnews  - PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) siap untuk eksplorasi blok baru di area tambang Batu Hijau pada tahun ini untuk menggenjot produksi tembaga dan emas yang anjlok.

"Untuk meningkatkan produksi kami akan melakukan eksplorasi di empat blok baru yakni Blok Elang, Rinti, Lunyuk dan Teluk Panas," kata Kepala Departemen Komunikasi Newmont Nusa Tenggara, Rubi W. Purnomo di area tambang Batu Hijau, Nusa Tenggara Barat, Jumat 8 Maret 2013.

Ia menjelaskan berdasarkan Kontrak Karya, konsesi yang didapat Newmont seluas 87.540 hektar, namun baru terkesplorasi 6.417 hektar. Kontrak Karya Newmont sendiri akan berlaku hingga 2037.

Newmont, katanya, telah mengeksplorasi pertambangan di wilayah NTB sejak 1986 dan menghasilkan Tembaga. Pada 2000 lalu Newmont menemukan bijih emas dan perak.

Rubi menjelaskan sepanjang 2012 lalu Newmont memproduksi tembaga sebanyak 161 juta pounds, 359 ribu ounces perak dan 70 ribu ounces emas. "Produksi Newmont terbanyak bukan emas tapi tembaga. Emas hanyalah mineral ikutan," jelasnya.

Dia menambahkan, cadangan bahan baku tambang Batu Hijau mencapai 260 juta ton, sedangkan kapasitas pengolahan per hari mencapai 120 ribu ton.

"Bijih yang ditambang rata-rata mengandung 0,53 persen tembaga dan 0,4 gram emas per ton," ucapnya. (eh)

Newmont: Buang Limbah Tambang ke Laut Pilihan Terbaik

"Penempatan tailing di darat menimbulkan dampak pada lahan produktif."

Suryanta Bakti Susila, Syahrul Ansyari
Konsentrator Batu Hijau di Sumbawa milik PT Newmont Nusa Tenggara.
Konsentrator Batu Hijau di Sumbawa milik PT Newmont Nusa Tenggara. (Newmont )

VIVAnews - Sejumlah aktivis pemerhati lingkungan sering kali mempersoalkan langkah PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) dalam membuangan tailing atau limbah tambang ke dasar laut. Mereka khawatir kebijakan tersebut dapat berdampak buruk bagi kehidupan dasar laut dan lingkungan di sekitarnya.

Namun, Senior Manager Bidang Lingkungan PT NTT, Potro Soeprapto, membantah hal itu. Menurut Potro, keputusan menempatkan tailing di dasar laut merupakan pilihan terbaik. Sebab, jika dibuang ke darat maka dampaknya akan jauh lebih buruk.

"Kami lihat darat itu subur dan dimanfaatkan untuk pertanian atau lokasi pedesaan. Penempatan tailing di darat akan menimbulkan dampak terhadap hutan dan tanah pertanian produktif," kata Potro saat ditemui di Lokasi Tambang Batu Hijau, Sekongkang, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis 6 Maret 2013.

Potro menjelaskan, Newmont sudah melakukan kajian yang cukup lama dan dalam mengenai kemungkinan tailing ditempatkan di darat. Kesimpulan yang didapat adalah perlu membangun sebuah bendungan raksasa seluas 2.500 hektar dengan segala resikonya.

"Itu akan berebutan dengan lokasi pertanian, dan juga pedesaan. Butuh lahan sekitar lima desa seandainya membangun bendungan," jelasnya.

Pilihan akhirnya, kata Potro, tetap jatuh pada pembuangan ke dasar laut. Pertimbangan yang mendasari adalah tailing akan dialirkan ke laut dengan kedalaman 4.500 meter yang secara biologis dan ekologis tidak memiliki kehidupan yang produktif seperti laut yang dangkal.

"Kedalaman 80 meter pertama itu produktif. Dari aspek-aspek itu, kami dengan persetujuan pemerintah akhirnya membangun di laut saja," ujarnya.

Terkait sikap sejumlah aktivis atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang lingkungan yang kritis terhadap Newmont, Potro menilai hal itu sebagai sebuah keharusan. Dia menambahkan tugas LSM memang untuk melakukan kritik dan kontrol sosial. "Apakah dinilai baik, benar, salah atau buruk, itu tugas mereka. Yang jelas kami harus koordinasi dan komunikasi," ucapnya.

Tailing yang berasal dari pabrik pengolahan bijih tembaga PT NNT merupakan sisa batuan yang telah digiling atau digerus halus, setelah mineral berharga yang memiliki nilai ekonomi di dalamnya diambil. Tailing berbentuk lumpur (slurry) dan mengandung 20-45 persen partikel padat bercampur air laut dan atau air tawar yang digunakan dalam proses pengolahan bijih.

Dubes AS Bantah Intervensi Divestasi Saham Newmont

"Tinggal bagaimana pemerintah Indonesia menindaklanjutinya."


Sandy Adam Mahaputra, Edi Gustan (Mataram)
Kegiatan penambangan tembaga dan emas PT Newmont Nusa Tenggara
Kegiatan penambangan tembaga dan emas PT Newmont Nusa Tenggara (VIVAnews/Hadi Suprapto)

VIVAnews - Duta Besar (Dubes) Amerika Serikat untuk Indonesia, Scot Marciel, membantah tudingan bahwa pemerintahnya mengintervensi divestasi tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara.

"Tidak, sama sekali tidak ada intervensi dari pemerintah Amerika," kata Scot usai meninjau perusahaan tambang tembaga dan Emas PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) di Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Rabu.

Scot tidak bersedia memberikan tanggapan lebih jauh soal divestasi PTNNT karena itu merupakan kewenangan pemerintah Indonesia dan PT NNT.

Country Manager Newmont Indonesia, Blake Rhodes, mengatakan, perusahaan Newmont siap berkomitmen dalam hal divestasi dan menyerahkan prosesnya kepada pemerintah Indonesia.

Blake juga membantah adanya persepsi yang menyatakan pihak Newmont menunda-nunda proses divestasi 7 persen saham.

Menurut dia, divestasi merupakan kewajiban yang sudah
dilaksanakan perusahaan. "Jadi tinggal bagaimana pemerintah Indonesia memutuskan untuk menindaklanjuti proses divestasi," kata dia.

Dia mengatakan, pada Kontrak Karya yang ditandatangani pada 1996, pihak Newmont berkewajiban untuk menjual sahamnya tersebut. Jadi pada kesepakatan 2011 juga PTNNT siap melaksanakan divestasi.

"Dalam hal ini bagaimana pemerintah Indonesia mengatasi problem internal untuk membeli saham tersebut. Kalau dari pihak Newmont akan siap untuk bekerjasama," katanya.