Sumbawa Besar, Gaung NTB – Koordinator Lapangan (Korlap) Front Pemuda
Pulau Sumbawa (F-PPS), M Roni Pasarani, menilai pernyataan Camat
Lunyuk, Lukman AR, tidak mencerminkan figure seorang pemimpin dan tidak
paham Undang-undang. Apa yang disampaikan Roni, lewat siaran persnya ini
untuk menyikapi pernyataan Camat Lunyuk, yang berencana menempuh jalur
hukum terkait pencemaran nama baik yang dilakukan oleh orator yang
tergabung dalam Fron Pemuda Pulau Sumbawa (F-PPS), pada aksi demo
bersama warga Desa Emang Lestari Kecamatan Lunyuk, Kamis (28/11).
Dijelaskan Roni bersama Kordum Aksi, Febriyan Anindita SH, Korlap
Aksi, Suryanto, Orator, Abdul Hatap, Kamaruddin dan Bambang Irawan, aksi
yang dilakukan F-PPS tetap berlandaskan pada aturan yakni UU No. 9
Tahun 2009 tentang penyampaian aspirasi di muka umum dan norma-norma
yang berlaku.
Pemimpin kata Roni, seharusnya tidak mengancam tapi mampu mengoyomi,
membina serta mampu mencari solusi bukan sebaliknya mencari musuh dan
memperkeruh suasana, sehingga terjaid konflik di tengah-tengah
masyarakat. “Yang suka mengancam itu adalah preman. Apakah pejabat di
Indonesia ini preman. Jika semuanya preman mau jadi apa negeri ini,”
ujarnya.
Untuk diketahui terang Roni, pada aksi demo yang dipusatkan di tiga
titik (Disnakertrans, Kantor Bupati dan gedung DPRD Sumbawa), orator
tidak menyebutkan nama pribadi seseorang tapi menyangkut jabatan camat
dan Kadisnakertrans Sumbawa.
Menurut informasi dari warga Emang Lestari sambungnya, dahulunya
Sampar Lok ini merupakan lahan nenek moyang orang Emang. Itu dibuktikan
dengan adanya kuburan-kuburan dan tanaman-tanaman seperti pohon kelapa,
mangga dan sebagainya.
Namun, sekitar 40 tahun yang lalu mereka meninggalkan lahan tersebut,
dan pada tahun 2009 nwarga kembali menggarap lahan mengingat seiring
berjalannya waktu pertambahan penduduk semakin pesat, sehingga banyak
warga Emang tidak mempunyai lahan pertanian sebagai mata pencaharian
untuk menopang hidup.
Tiba-tiba, Bupati Sumbawa mengeluarkan SK tentang kawasan Sampar Lok
dan sekitarnya menjadi kawasan transmigrasi tahun 2007. SK bupati
tersebut diterbitkan berdasarkan surat surat permohonan caretaker Desa
Persiapan Emang Lestari bersama BPD, tokoh masyarakat.
Tapi SK ini lanjut Roni, diterbitkan tanpa sepengetahuan dari
masyarakat maupun aparat desa lainnyaa pada tahun tersebut Desa Emang
Lestari masih berstatus desa persiapan dan dipimpin oleh Saipuddin
Zuhri, yang merupakan pejabat sementara.
Meski masih bertatus caretaker, Ia (Saipuddin Zuhri) sudah berani
mengeluarkan kebijakan mengenai tanah, dalam hal ini mengajukan kepada
Bupati Sumbawa tentang penetapan kawasan transmigrasi dan Sampar Lok
Brang Lamar.
Bupati pun kata Roni, merespon dengan mengeluarkan SK tahun 2007
menetapkan Brang Lamar masuk kawasan transmigrasi. “Pertanyaannya adalah
apakah dalam status desa persiapan dan pejabat sementara (Saipuddin
Zuhri) boleh mengeluarkan kebijakan terkait pertanahan, apalagi
pengajuan tersebut 400 Ha. Apakah hal ini bukan merampas hak rakyat,”
pungkasnya.