Sumbawa Besar, Gaung NTB – Komisi I DPRD Sumbawa mengingatkan agar Pegawai Negeri Sipil (PNS)
yang teribat politik praktis dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) NTB,
harus benar-benar ditindak tegas.
“PNS harus menjalankan instruksi BKPP untuk tidak terlibat dalam
politik praktis. Kalau ternyata ditemukan tidak netral harus diberikan
sanksi tegas,” kata Ketua Komisi I DPRD Sumbawa, Syamsul Fikri,S Ag,MSi,
kemarin.
Dalam setiap momentum politik, sebut Fikri, baik Pilpres maupun
Pilkada (Kabupaten/propinsi) Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan
(BKPP) selalu mengeluarkan instruksi yang meminta PNS netral. Namun
instruksi itu hanya menjadi himbauan kosong yang tidak ditindaklanjuti
dengan pengawasan dan tindakan.
Ia mencontohkan saat Pilbub Sumbawa, banyak PNS terlibat politik praktis
secara mencolok, bahkan menjadi saksi pada sengketa Pilkada di MK namun
tidak diberikan sanksi apapun. Hal ini mengindikasikan bahwa instruksi
netralitas PNS oleh instansi berwenang hanya untuk menggugurkan
kewajiban dan tidak semata-mata dengan niat membersihkan PNS dari campur
tangan politik praktis.
Ia mengatakan, sebagai warga Negara PNS memiliki hak politik dan
berhak menyuarakan pilihan politiknya secara arif pada lingkup yang
terbatas yakni keluarganya. Namun jika terlibat aktif untuk menjadi Tim
Sukses salah satu pasangan calon maka hal ini tidak dibenarkan ketentuan
perundang-undangan.
Menanggapi adanya indikasi PNS akan diarahkan pada salah satu
pasangan cagub/cawagub tertentu, politisi Partai Demokrtat Sumbawa ini
meminta PNS bersikap obyektif dan cerdas menentukan pilihan soal siapa
yang pantas menjadi pemimpin. Ia bahkan meminta Bupati Sumbawa juga
bersikap netral.
“Bupati itu adalah milik masyarakat Sumbawa, bukan milik suatu
golongan tertentu. Jangan hanya PNS yang diminta netral, tetapi Bupati
pun selaku milik Tau Samawa secara keseluruhan tidak menjustifikasi
salah satu pasangan cagub/cawagub ,” ujar Ketua Fraksi Partai Demokrat
DPRD Sumbawa ini.
“Oleh karena itu, kami minta PNS jangan mengikuti ‘instruksi’ secara
taklidul ammah yaitu mengikuti secara membabi buta, ini berbahaya,”
katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I Burhanuddin Jafar Salam, SH
mengatakan, keterlibatan PNS dalam politik praktis menghancurkan tatanan
birokrasi.
Menurut politisi PAN yang biasa dipanggil BJS ini, out put yang bisa
dilihat dari rusaknya sistem birokrasi akibat keterlibatan PNS dalam
politik praktis adalah pengisian jabatan struktural birokrasi oleh
mereka yang memiliki kedekatan politik, misalnya Timses.
“Padahal di Sumbawa banyak pejabat yang white list (reputasinya
baik). Kalau di KSB jabatan funsional loncat ke struktural bisa
dimaklumi karena aparaturnya masih kurang,” kata BJS menyindir hasil
mutasi dan reposisi jabatan struktural baru-baru ini.
BJS menambahkan, PNS yang terlibat secara aktif dalam kegiatan
politik praktis tidak memahami perannya sebagai aparatur. Politik
praktis, lanjutnya, merupakan ranah politisi, sedangkan ranah PNS adalah
pelayanan publik.
Karena itu, Komisi I berharap BKPP maupun Inspektorat Daerah tidak
saja mengeluarkan instruksi netralitas PNS tetapi harus diikuti dengan
pengawasan dan tindakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar