Sumbawa Besar, Gaung NTB – Dr Lahmuddin Zuhri, SH, M.Hum, yang baru
saja mendapat promosi pada program Doktor Ilmu Hukum Fakultas
Universitas Brawijaya Malang, belum lama ini, mempertahakan disertasi
dengan judul Transformasi Nilai Kearifan Lokal Krik Slamat Masyarakat
Sumbawa Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Tentang Konflik Pengelolaan
Lar.
Lahmuddin menuturkan bahwa nilai Krik slamat dan filosofis Adat
Barenti ko Syara’, Syara’ Barenti ko Kitabullah, masyarakat Sumbawa
cenderung mulai ditinggalkan. Semua itu ikut menggeser dan merubah cara
pandang masyarakat akan tanah (Lar) dan relasi antar masyarakat, dari
paham komunal menjadi individual, dari magis-religius manjadi
rasional-liberalis, dari sosialis menjadi kapitalis. “Pengakuan terhadap
eksistensi nilai kearipan lokal dan hak-hak masyarakat lokal/masyarakat
adat dalam UUD NRI 1945 hanya sebatas pengakuan normatif belaka,” kata
suami dari Mutiara Rachmawati Suseno, S.ST., M.Keb ini.
Penelitian disertasi Lahmuddin, merupakan penelitian hukum empiris
melihat hukum dari segi penerapanya dan foktor-faktor non hukum yang
mepengaruhinya, dengan menggunakan pendekatan sosial-kultural,
pendekatan perundang-undangan, pendekatan sejarah dan pendekatan
antropologi hukum. Penelitian ini dalam menganalisis permasalahan
menggunakan teori Maqasid Al-Syariah, teori Hukum Jiwa Bangsa, toeri
Pluralitas Hukum, teori Konflik, Teori Hukum Prismatik, teori
perundang-undangan.
Perlunya perlindungan terhadap keberadaan Lar ini bukan hanya
berhubungan dengan kebutuhan akan lahan penggembalaan ternak semata,
tetapi lebih jauh Lar dalam kultur masyarakat Sumbawa mempunyai fungsi
sosial, ekonomi dan budaya, serta magis-religius.
Pengakuan terhadap eksistensi nilai kearifan lokal dan hak-hak
masyarakat lokal/masyarakat adat dalam UUD NRI 1945 Pasal 18B, TAP MPR
No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam, UU No. 5 th 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA), UU No. 32 th 2004 tentang Pemerintahan Daerah, namun sayang
PERDA Prov NTB No. 3 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029, serta PERDA Kab Sumbawa
No. 10 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumbawa
Tahun 2011-2031, dari kedua Perda tersebut belum memberikan perlindungan
dan pengakuan terhadap nilai lokal dan masyarakan lokal dalam hal ini
padang pengembalan bersama (Lar). “Termasuk juga beberapa keputusan
Bupati Sumbawa tantang Penetapan Padang Pengembalaan Umum Ternak (Lar)
belum mengakomodir nilai Krik Slamat sebagai sumber nilai,” tegas ayah
dari Rahmatulhah El Zuhri dan Abdillah El Zuhri ini.
Belum adanya kepastian hukum atas Lar menjadi rentan timbulnya
konflik. Adapun sumber konflik di kawasan Lar antara lain yaitu
perubahan batas dan alih fungsi Lar, dengan model konflik, pertama
masyarakat dengan sesama masyarakat, kedua masyarakat dengan investor
(tambak dan tambang) dan ketiga masyarakat dengan pemerintah.
Konflik ini akan berakibat pada masa depan tradisi ternak lepas di
Sumbawa akan punah karena alih fungsi lahan menyebabkan ternak
kehilangan habitatnya, untuk itu dibutuhkan aturan-aturan yang bisa
memberikan ketegasan terhadap semua persoalan yang berkaitan dengan Lar
yaitu Perda yang menjadi payung hukum dalam memecahkan masalah yang
berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan pemeliharaan Lar di
Kabupaten Sumbawa.
Sementara itu, Prof Dr Drs Syaifuddin Iskandar, MPd, selaku penguji tamu yang juga Rektor Universitas Samawa,
melihat pentinya Peran dari komunitas masyarakat adat Sumbawa yaitu
Lembaga Adat Tana Samawa (LATS), untuk berperan aktif melakukan
pemberdayan dan refitalisasi nilai Krik slamat dan filosofis masyarakat
Sumbawa Adat Barenti ko Syara’, Syara’ Barenti ko Kitabullah, dapat
dijadikan acuan dalam penyusunan produk hukum daerah, acuan kehidupan
sehari-hari, termasuk dalam hal pengelolaan Lar, karena mayoritas
masyarakat Sumbawa adalah petani peternak.
Perlunya perlindungan terhadap keberadaan Lar ini bukan hanya
berhubungan dengan kebutuhan akan lahan penggembalaan ternak semata,
tetapi lebih jauh Lar dalam kultur masyarakat Sumbawa mempunyai fungsi
sosial, ekonomi dan budaya, serta magis-religius.
Prof Ude—sapaan akrabnya, mengapresiasi lahirnya Doktor baru dalam
jajaran UNSA guna memberikan pikiran kritis dan kontribusi positif guna
memberi warna peradaban dan kemajuan NTB dan Tau ke Tana Samawa
khususnya.
Pentinganya transformasi nilai kearifan lokal krik slamat masyarakat
Sumbawa dalam pembentukan Peraturan Daerah, karena konflik pengelolaan
Lar hanya bisa diselesaikan lewat pendekatan adat dan budaya, dengan
mengedepankan nilai kekeluargaan dan saling memuliakan, saling pedi
(saling mengasihi dan saling peduli), guna mengharmoniskan kembali
ikatan kekeluargaan yang retak maka cara musakara (musyawarah) guna
menadapat krik slamat (keberkatan dan keselamatan) dari Allah SWT.
Transformasi nilai kearifan lokal krik slamat dalam bentuk Asas-asas
hukum berfungsi sebagai acuan dalam pembentukan norma, berupa Asas
Keagamaan, Asas Keadilan dan Kebenaran, Asas Musyawarah, Asas Saling
Memuliakan, dan Asas Kekeluargaan. Kelima asas ini merujuk pada nilai
krik slamat masyarakat sumbawa, sebagai bentuk ketundukan masyarakat
sumbawa pada nilai agama (Islam).
Lahmuddin merekomendasikan, hendaknya Pemda dan DPRD Provinsi NTB
maupun Kabupaten Sumbawa menjadikan nilai Krik Slamat sebagai sumber dan
referensi akademik dalam penyusuan naskah akademik Peraturan Daerah
Kabupaten Sumbawa tentang Pengelolaan Padang pengembalan Bersama (Lar).
Kemudian kepada Tokoh Adat (Lembaga Adat Tana Samawa) bermanfaat sebagai
rujukan dan acuan dalam penyelesaan konflik pengelolaan Lar serta
penyelesaian permasalah sosial lainnya. Kemuidian kepada akademisi dan
peneliti, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang keterkaitan
Lar dengan tindak pidana pencurian ternak, dalam hal ini meningkatnya
kasus pencurian ternak sebagai akibat bergesernya fungsi Lar dan
melemahnya semangat kekeluargaan dan saling tolong menolong dalam
masyarakat sumbawa. Peneliti merekomendasikan adanya penelitian lebih
lanjut mengenai Lar sebagai upaya Non-penal dalam menanggulangi tindak
pidana pencurian ternak.