LAWAS
Seni sastra yang sangat menonjol di Sumbawa adalah seni
sastra “Lawas.” Lawas bagi masyarakat Sumbawa bukan sekadar seni sastra,
namun Lawas juga sebagai media hiburan yang dapat dipertunjukkan dan
atau dipertontonkan. Lawas menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat Sumbawa. Lawas diwariskan dan diturunkan dalam
bentuk lisan. Lawas bagi masyarakat Sumbawa menjadi sumber dari segala
sumber seni. Lawas akan dilantunkan kedalam berbagai bentuk seni,
meliputi: Seni Balawas, Rabalas Lawas, Malangko, Badede, Badiya,
Bagandang, Bagesong, Sakeco, bahkan tutur atau cerita pun disampaikan
dalam bentuk Lawas.
Dalam Kamus Bahasa
Sumbawa-Indonesia dikatakan bahwa Lawas adalah sejenis puisi tradisi
khas Sumbawa, umumnya terdiri atas tiga baris, biasa dilisankan pada
upacara-upacara tertentu. Pengertian Lawas pada Kamus Bahasa
Sumbawa-Indonesia belum dapat dikatakan lengkap, karena Lawas juga ada
yang terdiri atas empat baris, enam baris, dan ada juga yang delapan
baris dalam tiap bait.
Lawas sebagai puisi lisan tradisional
masyarakat etnis Sumbawa dapat kita nikmati dalam berbagai bentuk
pertunjukkan. Lawas dipertunjukkan dalam dua bentuk, meliputi: 1)
dipanggung dan 2) pada saat orang bekerja di sawah, di ladang, saat
gotong royong membangun rumah, mengasuh anak, saat upacara adat, saat
Karapan Kerbau, Barampok sebagai sebuah tradisi.
Lawas yang
dilantunkan pada saat beraktivitas biasanya untuk mengurangi rasa sepi,
sebagai hiburan, mengalihkan perhatian dari pekerjaan yang dilakukan,
dan sebagainya.
Kehadiran Lawas di Sumbawa tidak diketahui secara
pasti. Kehadiran Lawas bagi masyarakat Sumbawa pada awalnya berperan
sebagai media ekspresi batin manusia dan sebagai perekam peristiwa yang
terjadi di seputarnya. Apa yang tampak atau yang dipikirkan oleh
masyarakat Sumbawa tempo dulu biasanya akan disampaikan melalui Lawas.
LAWAS ULAN
Lawas
Ulan adalah Lawas yang disampaikan berdasarkan konsep kewaktuan. Lawas
Ulan tidak boleh diucapkan sembarangan, sebab untuk memulai Lawas Ulan
menggunakan penanda waktu. Penanda waktu dapat diperhatikan pada saat
Lawas mulai tembangkan. Penanda waktu itu bukan berdasarkan jam, sebab
jam pada saat itu di Sumbawa. Penanda waktu yang digunakan adalah berupa
keadaan, waktu pagi hari, siang, sore, dan malam hari.
Penanda waktu
yang dimaksud adalah sebagai berikut: Ta Pola Adal Nenrang Jong. Kata
yang bergaris bawah di samping adalah penanda waktu. Adal dalam bahasa
Indonesia adalah embun atau kabut.
Lawas Ulan ano Siup dan ano rawi
memiliki perbedaan. Perbedaan antara Lawas ulan ano Siup dan ano rawi
terletak pada irama dan tempo lagunya. Lawas ulan di ano Siup iramanya
agak mengalun dengan tempo yang lambat, sedangkan Lawas ulan di ano rawi
irama alunannya tinggi dengan tempo yang dinamis.
LAWAS ULAN SIUP
Lawas
ulan Siup adalah Lawas yang disampaikan pada pagi hari dengan
menggunakan irama dan tempo lagu yang lembut. Lawas ini biasanya
disampaikan saat para petani akan berangkat ke sawah/lading atau saat
orang-orang sedang menanam padi atau menuai padi secara beramai-ramai di
pagi hari sekitar pukul 08.00-10.00 Wita. Berikut ini Lawas ulan Siup.
Permulaan Lawas Ulan Siup selalu menggunakan Lawas berikut dan Lawas
berikut selalu dimulai oleh laki-laki, contoh:
Yamubuya Ijo Godong
Puin Palemar Parai
Ta Pola Adal Nenrang Jong
Kau cari si hijau daun. Pohon yang penuh dengan air. Ini karena embun yang menetes
Akusi Datang Nenrang Jong
Lamin Tenrang Baeng Desa
Pitu Ten Nosi Kumole
Aku yang datang menetes. Bila ramah seisi kampung. Tujuh tahun tak kupulang.
Setelah
dua bait Lawas di atas, maka Lawas selanjutnya bisa apa saja tergantung
situasi dan kondisi emosi dan perasaan si pelantun Lawas.
Perhatikan sair Lawas ulan berikut:
Kakendung Ling Kuandi E
Kupina Pangasa Kau
No Tutu Sai Yabola
Terlanjur kuucapkan adinda. Kau yang kuharapkan. Tak tahu siapa yang berdusta.
LAWAS ULAN PANAS ANO
Lawas
Ulan Panas Ano adalah Lawas yang disampaikan pada saat siang hari, saat
matahari sedang terik/ panas-panasnya. Lawas Ulan Panas Ano berirama
dan bertempo tinggi sebagai gambaran semangat. Lawas Ulan Panas Ano
disampaikan pada siang hari sekitar pukul 13.00-15.00 Wita. Berikut
adalah Lawas Ulan Panas Ano.
Kakendung Ling Kuandi E
Kupina Pangasa Kau
Sipak Lalo Gandeng Jangi
Terlanjur ucapku wahai adinda. Menaruh harapan kepadamu. Tak tahunya kamu setengah hati.
Kasijangi Ku Ke Kau
Mikir Ate Totang Rara
Leng To Diri Melasakan
Kuberharap berjodoh denganmu. Hatiku mikir aku miskin. Tahu diri tak punya apa-apa
Melasakan Nanta Rara
Ngining Buya Tuyapendi
Kamina Tingi Konang Mal
Merana karena miskin. Mencari orang yang mengasihan. Pamanda mulia tapi malu.
LAWAS ULAN RAWI ANO
Lawas
Ulan Rawi Ano adalah Lawas yang disampaikan sore hari, selepas shalat
Asar. Lawas Ulan Rawi Ano berirama sendu dan tempo mulai turun
dibandingkan dengan Lawas Ulan Panas Ano. Lawas Ulan Rawi Ano biasanya
menggambarkan sebuah kesedihan atau pun kebahagiaan. Kondisi sedih dan
bahagia bisa terjadi, jika sipelantun Lawas laki-laki diterima oleh
pelantun Lawas wanita. Lawas Ulan Rawi Ano adalah Lawas penutup untuk
pekerjaan Mataq Rame (panen raya) pada hari itu. Berikut adalah petikan
Lawas Ulan Rawi Ano.
Pina ne Anak tungining
Tili ano gama mega
Lema rep sakiki rara
Melangkahlah si Anak merana. Tutuplah mentari wahai awan. Agar teduh si miskin bernaung.
Rara inaqku sapuan
Nosoda dengan kamikir
Pang aku dua ke leno
Miskin ibuku dahulu. Tiada teman berpikir. Padaku hanya bersama bayangan.
Muto beling gama leno
Lema tulung aku mikir
Kau baesi kuasa
Bicaralah wahai bayangan. Tolonglah aku berpikir. Hanya engkau yang kuharapkan.
GANDANG
Gandang
adalah Lawas yang dilantunkan oleh sekelompok orang dengan diiringi
Serunai (seruling) atau pukulan alu pada lesung (Nunya Rame). Gandang
dilantunkan oleh sekelompok perjaka dan gadis, apabila sekelompok
perjaka dan gadis melantunkan Gandang dengan iringan serunai maka
disebut Gandang Suling, jika diiringi dengan pukulan alu pada lesung
disebut Gandang nunya/nunya rame.
Gandang suling biasanya dilantunkan
dalam suasana gembira karena hasil panen berlimpah, karena itu,
Lawas-Lawas yang dilantunkan biasanya merupakan ungkapan rasa syukur
kepada Tuhan Yang Mahaesa. Gandang suling juga dilantunkan pada malam
hari oleh dua orang pemuda yang salah satunya sedang jatuh cinta dan
biasanya dilantunkan di tengah sawah saat menjelang padi menguning atau
di tempat yang dekat dengan rumah si gadis yang diincar oleh pemuda itu.
Lawas yang diungkapkan merupakan ungkapan kasih sayang, cinta, dan
janji-janji sang pemuda kepada sang gadis.
Gandang selain diiringi
oleh Serunai juga ada yang diiringi oleh pukulan alu pada lesung, ini
yang disebut dengan Gandang nuja/Nunya Rame. Gandang nuja biasanya
dilakukan oleh sekelompok pemudi yang sedang menumbuk padi.
Gandang
Nuja/Nunya Rame hanya dilakukan pada saat para wanita sedang bergotong
royong menumbuk padi di halaman rumah kala bulan terang benderang.
Pekerjaan ini dilakukan oleh para wanita untuk membantu tetangga
menyiapkan beras ketan yang akan digunakan untuk hajatan. Pada saat
seperti ini, biasanya para jejaka datang menyaksikan sambil
memperhatikan siapa yang bakal dijadikan pasangan hidupnya (mencari
jodoh). Lawas-Lawas yang dilantunkan biasanya Lawas muda-mudi yang
berisi sindiran, ejekan, dan ungkapan-ungkapan rasa cinta.
Berikut petikan Lawas Gandang.
Ajan sampama kulalo
Kutarepa bale andi
Beling ke rua e nanta
Seandainya aku bertandang. Mampir di rumah adinda. Adakah gerangan belas kasihan.
Dijawab oleh si gadis
Lamin tetapmo pang sia
Bose sangangkang let rea
Naq beang bilu lako len
Kalau tetap pendirian. Kayuhlah dayung ke samudra. Jangan berpaling pada yang lain.
SAKETA
Saketa
adalah Lawas yang dikumandangkan oleh sekelompok orang sebagai
pernyataan kegirangan atau pembangkit semangat saat mengadakan permainan
rakyat atau bergotong-royong membangun rumah, mengangkut kayu besar. Di
tengah-tengah orang yang baSaketa, biasanya muncul salah seorang yang
mengumandngkan Lawas Saketa yang kemudian disambut serempak oleh anggota
kelompok/rombongan dengan suara “ho… bam… baho… bam….” dan seterusnya.
Suara-suara pemberi semangat ini disebut dengan Gero/Bagero. Lawas
Saketa yang di rangkaikan dengan Gero dilakukan untuk menyelesaikan
pekerjaan berat, Barapan Kebo (karapan Kerbau), permainan rakyat
Barampok/Barempuk (tinju ala Sumbawa). Saketa dan Bagero digunakan juga
untuk upacara mengiring pengantin (Iring Pangantan) dari rumah pihak
laki-laki ke rumah calon pengantin wanita. Adapun Lawas yang disampaikan
saat itu adalah:
Pangantan ntek Rawi Ano
Iring leng mayung satupang
Lamin no buta batempang
Tuk tak ne mayung
Jontal satetak jadi payung
Suara rombongan: “ho… bam… baho… bam….”
(Pengantin
berangkat sore hari—diiringi serombongan kijang—kalau tidak buta ya
pincang—tuk tak wahai kijang—lontar sepotong jadi payung)
Tradisi
Saketa di Sumbawa saat ini sulit ditemukan lagi. Ini disebabkan oleh
karena pembangunan rumah di Sumbawa sudah tidak bergotong-royong lagi
dan kalaupun ada sudah tidak lagi diadakan BaSaketa. Lawas-Lawas yang
disampaikan pun biasanya adalah Lawas yang bersifat menggalang persatuan
dan kebersamaan dengan penuh semangat.
Ngumang
Seorang
pria yang menembangkan Lawas dengan lantang sambil mengacungkan dan atau
merentangkan kedua tangannya, di salah satu tangannya memegang Mangkar
(cambuk khas Sumbawa yang khusus digunakan untuk menghalau kerbau pada
saat “Barapan Kebo” karapan kerbau) sambil menari mengelilingi arena.
Ngumang hanya dilakukan pada saat Barapan Kebo, Maen Jaran dan Barampok.
Ngumang
dilakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan kegembiraan karena telah
menang, baik pada saat Barapan Kebo maupun pada saat Barampok. Ngumang
juga bertujuan untuk memberikan semangat kepada peserta Barapan Kebo dan
Barampok sekaligus juga berfungsi untuk memperkenalkan diri kepada
penonton. Peserta yang menang biasanya akan Ngumang dan menyampaikan
Lawas. Lawas Ngumang bisa seperti petikan Lawas berikut.
Ala e sai nongka tan
Makatoan lako aku
Sa nya baing Gila Roda
(Siapakah yang belum mengenal—tanyalah padaku—inilah pemilik Gila Roda ‘nama kerbau’)
BADEDE
Badede
adalah menembangkan Lawas yang ditujukan untuk Anak menjelang tidur
atau saat pangantin sedang Barodak ‘luluran’. Lawas yang biasa
dinyanyikan oleh seorang ibu atau kakak yang sedang menina-bobokan atau
mengasuh bayi disebut (Badede Anak). Lawas yang dilantunkan pada saat
Badede Anak bertemakan permohonan kepada Tuhan Yang Mahaesa agar Anak
yang diasuh dapat panjang umur, berguna bagi orang tua, masyarakat, nusa
dan bangsa serta agama. Badede Anak disebut juga Lawas Kembang-Kembong.
Lawas
yang digunakan pada saat Badede Anak tidak sama, tergantung pada umur
dan pada tempat dimana Anak ditidurkan. Perbedaan itu terlihat pada
irama dan kata-kata dari Lawas yang digunakan. Berikut ini contoh Lawas
yang biasa digunakan pada kegiatan Badede Anak.
Matunung adi matunung
Meleng tunung kubeang me
Jangan jadi kembo kopang
(mari tidur adik mari tidur—bangun tidur kuberi nasi—ikan susu kerbau sehat)
Adi ode dalam bilik
Nyentik ima poyong mama
Sadua kita gamandi
(Adik Mungil dalam kamar—lentik indah jemarimu—kita ini hanya berdua wahai adinda)
Badede
Adat hanya berkembang di kalangan bangsawan Samawa (Sumbawa). Badede
Adat dilaksAnakan pada saat upacara perkawinan dan Sunat Rasul
(khitanan). Badede Adat ditembangkan oleh beberapa wanita sambil
membunyikan Kosok Kancing (sejenis marakas). Badede Adat dilantunkan
dalam suasana yang relegius dan dihajatkan agar mereka yang menerima
acara ini dalam keadaan selamat serta tidak mudah diganggu makhluk
halus.
Salah satu upacara yang diiringi Badede Adat adalah pada saat
kegiatan Barodak (luluran pengantin, baik pria maupun wanita) keluarga
bangsawan. Pengantin pada saat mau di-Odak (dilulur), maka sekelompok
wanita melantunkan Lawas Badede Adat. Lawas yang dilantunkan pada saat
Barodak adalah sebagai berikut.
Dede Intan Mua Dewa
Mua Bulaeng Do Nanta
Penangmo Intan Manmo Nanges
(Duhai sayang duhai para Dewa—wahai permata duhai sayang—tenanglah sayang jangan menangis)
Lamin Leq Tawar Ate
Dome No Mane Parana
Siong Untung Sama Rela
Untung Tusaling Sasakit
(Bila lama kau menangis—andaikan tidak merusak tubuh—bukanlah jodoh sama rela—jadinya jodoh pangkal sengsara)
Penangmo Intan Manmo Nangis
Beang Boe Ling Tutingi
Kita Tupasodo Rara
Pasodo Apa Pasodo
(Tenanglah
sayang jangan menangis—biarkan habis oleh yang mulia—kita hanya
mendekap dalam kemiskinan—milikilah apa yang kau miliki)
BASUAL
Kata
basual berasal dari kata sual yang mendapat awalan ba-, sual berarti
soal, sedangkan ba- berarti menjadi. Jadi, basual artinya menyampaikan
soal. Seseorang yang mengajukan soal yakni dengan menyampaikan sampiran
dari sebuah Lawas. Bagi yang hadir dalam kesempatan tersebut dan
mengetahui jawabannya, maka akan segera menjawabnya. Jawaban yang
disampaikan adalah isi dari sampiran yang dikemukakan.
Kegiatan
Basual dapat dijumpai pada saat orang sedang membuat atap rumah
(Nyantek), panen (Mataq Rame), di rumah orang yang mau kawin (Montok
Basai), dan lain-lain. Contoh petikan Lawas Sual.
Ayam Buri Desa Utan
Parak Ke Desa Samamung
Ana Badi Kuring Rate
Meporiri Ku Ta Intan
Jarang Kubau Batemung
Rosa Dadi Rusak Ate
(Ayam
burik desa Utan—dekat dengan desa Samamung—ada badikku di rate.
Betapalah caraku duhai kekasih—sangat jarang kita bertemu—hancul luluh
hatiku)
Lalo Mancing Ko Pamulung
Entek Lako Desa Pungka
Kupandang Desa Malili
Lalo Kau Manjeng Urung
Kukelek No Balik Bungkak
Mumandang Adasi Lili
(pergi
memancing ke Pamulung—naik ke desa pungka—kupandang desa Malili.
Pergilah engkau kekasih urung—kupanggil menoleh pun tidak—kau kawin ada
juga penggantimu)
LANGKO
Langko merupakan penyampaian
Lawas yang dilakukan oleh sekelompok pemuda dan kelompok pemudi yang
saling beradu Lawas cinta. Lawas-Lawas yang disampaikan dalam Langko
berbeda dengan Lawas Sual. pada saat Malangko, Lawas yang disampaikan
harus dijawab dengan Lawas, yang perlu diperhatikan dalam Malangko
adalah langgam lagu Lawas yang dibawakan. Langgam lagu Langko ini yang
sangat diperhatikan oleh si pelantun, selain juga Lawasnya. Jika tidak
mampu mengikuti langgam lagu Langko, maka dianggap kalah, ditertawakan,
dan juga malu. Mereka yang akan ikut Malangko harus orang-orang yang
pandai baLawas dan juga pandai menembangkan langgam Langko.
Kegiatan
Malangko biasanya dimanfaatkan oleh para muda-mudi untuk mencari jodoh,
oleh karena itu muda-mudi di Sumbawa pada waktu itu berusaha semaksimal
mungkin untuk bisa BaLawas. Mereka yang bisa BaLawas di Sumbawa akan
mempunyai pergaulan yang luas. Di Sumbawa ada dikenal tiga jenis orang,
yakni: Nyir Tamat Telu (bisa membaca Al-Quran); bisa Ratob; dan bisa
BaLawas. Lawas Langko.
Putra :
Kusamula Ke Bismillah
Kusasuda Ke Wassalam
Nan Ke Salamat Parana
(kumulai dengan bismillah-kuakhiri dengan wassalam-agar diri jadi selamat)
Putri:
Rungan Rame Boat Sia
Bagentar Tana Samawa
Batomo Nyata Kugita
(kabarnya meriah pesta Tuan—bergetar tanah Sumbawa—kini nyatalah sudah)
Putra:
Tugitaq Nyata Ke Mata
Riam Mara Den Baringin
No Bola Ne Bawa Rungan
(nyata terlihat mata—lebat bagai daun beringin—tidak bohong pembawa berita)
Putri:
Rungan Balongmu Andi E
Kaleng Empang Ko Sakongkang
Nomonda Dengan Kubaning
(tersiar kecantikanmu duhai dinda—dari empang ke Sekongkang—tiada tanding tiada banding)
SAKECO
Sakeco
merupakan salah satu bentuk seni yang bersumber dari Lawas. Sakeco
banyak digemari oleh masyarakat (Tau Samawa) Sumbawa. Sakeco dimainkan
oleh dua orang pria yang merupakan pasangannya dan masing-masing
memegang satu rabana (rebana). Rebana yang digunakan adalah bisa Rabana
Ode atau Rabana Rango/Rabana Kebo (Rebana Besar). Penggunaan dua jenis
rebana ini didasarkan pada temung yang akan digunakan. Hanya saja, pada
saat Sakeco, rabana yang digunakan harus sejenis.
Perbedaan
penggunaan dua jenis rabana ini karena perbedaan Temung (nada lagu), dan
isi Sakeco. Rabana Ode lebih lincah, agresif, lebih variatif, dan jika
ditabuh maka akan lebih cepat. Rabana Ode biasa dipakai untuk memainkan
temung Sakeco Ano Rawi, sedangkan Rabana Kebo selain mengeluarkan suara
lebih besar, temponya lambat, dan juga lebih monoton dari segi nada.
Rabana Kebo biasanya digunakan oleh sebagian besar orang Sumbawa Ano
Siup.
Sakeco merupakan seni yang sangat luwes dan dinamis
dibandingkan dengan yang lain. Sakeco dapat dimuati oleh Lawas Nasihat
(pamuji); Lawas Tau Loka, Lawas Muda-mudi, Lawas tode yang dibuat dalam
bentuk tutur (cerita naratif).
ASSALAMU ALAIKUM, KITA NI TAU SEBYOK, SALAM KENAL
BalasHapusAssalamualaikum.wr.wb. perkenalkan nama saya Hariyati Dewi Tki Hongkong, saat menulis ini saya teringat memory masa lalu.saya sangat tergugah hati melihat coretan hati yang Ibu tulis. saya jadi teringat tentang masa-masa sulit dulu,karena iktiar dan usaha , seolah2 menjadi dendam bukan lagi motivasi, cuma satu tujuan saya pada saat bagaiman caranya untuk bangkit..singkat kata berbagai macam iktiar dan cara yang saya lalui, mengingat pada saat itu hutang saya 1,2m yang tidak sedikit, belum lagi bunga renternir yang bertambah. karena usaha, kesungguhan hati, akhirnya saya menemukan jalan /solusi melalui Program Pesugihan Dana Gaib Tanpa Tumbal. saya percaya ALLAH ITU TIDAK DIAM MAHA PENYAYANG , cobaan itu bukan lah ujian tapi hadiah yang tersilmut untuk kebahagiaan yang sebenar2nya. Dengan keyakina dan keberania saya ikut bergabung untuk mengikuti Program Pesugihan Dana Gaib Tanpa Tumbal dan memohonkan dana sesuai kebutuhan dan kesanggupan saya. Cuma dalam waktu 1 hari 1 malam saya mendapat telpon dari pihak Program tersebut, Alhamdulillah dana yang saya mohonkan sudah cair dan sudah dapat saya gunakan untuk melunasi hutang. jika anda ingin seperti saya
Hapussilahkan hubungi
Ki Witjaksono: 085-2222-31459
Atau kunjungi website
Klik-> PESUGIHAN DANA GAIB
ingat kesempatan tidak akan datang untuk yang kedua kalinya