Jumat, 25 Januari 2013

Presiden SBY, Aktor Kekisruhan Divestasi PT Newmont Nusatenggara

Jakarta, Sumbawanews.com.- Presiden Republik Indonesia Soesilo Bambang Yudhono (SBY) menjadi salah satu aktor terjadinya kekisruhan proses divestasi PT Newmont Nusatenggara (PTNNT) yang hingga saat ini belum juga tuntas.

Fakta ini terungkap dalam sidang terbuka senat akademik Universitas Indonesia (UI) untuk promosi Doktor dalam bidang ilmu politik atas nama Donny Tjahya Rimbawan, Selasa (15/01) siang.

Disertasi berjudul Hubungan negara dan Pengusaha di Era Reformasi Studi Kasus Bisnis Grup Bakrie (2004-2012) membedah dua persoalan yakni proses divestasi 31% saham PTNNT dan bencana lumpur di Sidoarjo akibat eksplorasi yang dilakukan oleh Lapindo Brantas—anak usaha Grup Bakrie.

Menurut Rimbawan, pada divestasi divestasi 7% tahun 2008 dan 7% tahun 2009, aktor yang berperan adalah Presiden Yudhoyono, yang memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani pada tanggal 12 Agustus 2009. "Setelah bertemu Presiden, Sri Mulyani menyetujui bahwa yang akan membeli 14% saham divestasi adalah pemerintah pusat bersama pemda di NTB," papar Rimbawan dihadapan promotor: Prof. Dr. Maswadi Rauf, MA dan Ko-Promotor: Chusnul Mar'iyah, Ph.D di Auditorium Juwono Sudarsono Gedung F Lantai 2 - Kampus FISIP UI Depok.

Selain Presiden SBY, aktor lainnya yang terungkap dari penelitian ini adalah  Gubernur NTB Zainul Majdi, karena ia mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani agar memberikan hak pembelian 14% saham divestasi Newmont pada pemda NTB dan Ketua DPR-RI, Agung Laksono yang telah mengirim surat tanggal 10 Agustus 2009 kepada Presiden Yudhoyono, agar memberikan hak pembelian saham 14% pada pemda NTB.

Pada divestasi saham 7% periode tahun 2007, aktor yang berperan dari pihak negara adalah Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi ESDM, Simon F Sembiring karena telah mengirim surat yang bersifat terbatas tanggal 2 Agustus 2007 kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat, Lalu Serinata. Dalam suratnya, Simon Sembiring menanyakan apakah Gubernur berminat membeli 7% saham periode tahun 2007, padahal Menteri Keuangan Sri Mulyani belum menentukan sikap apakah pemerintah pusat akan membelinya atau tidak.

Rimbawan juga mengungkapkan bahwa Gubernur NTB Lalu Serinata; Bupati Sumbawa Barat Zulkifli Muhadli; Bupati Sumbawa Jamaluddin Malik juga menjadi aktor dalam proses divestasi saham 7% periode tahun 2007.  Sedangkan dari pihak Grup Bakrie, diperankan oleh Ari Saptari Hudaja selaku Presiden Direktur Bumi Resources.

"Mereka telah membuat kesepakatan tanggal 30 Agustus 2007, yang isinya akan bekerjasama melakukan pembelian saham divestasi Newmont sebesar 31%.
Di dalam perjanjian, disebutkan pula bahwa pihak Bumi Resources menyetujui akan memberikan dana masing-masing sebesar US$ 1 juta/tahun kepada 3 pemda sampai 31% saham
divestasi dapat dikuasai secara keseluruhan. Adapun kesepakatan tersebut bersifat rahasia seperti tercantum dalam pasal 6 ayat 7 dari perjanjian yang mereka buat," terang Rimbawan.

Selanjutnya pada Divestasi  7% saham divestasi periode tahun 2010, aktor yang berperan adalah DPR-RI yang mengharuskan Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk meminta ijin dalam pembelian saham tersebut, BPK yang melakukan audit “tidak lazim”, yaitu memeriksa kejadian yang belum dilakukan atas pembelian 7% saham divestasi periode tahun 2010. Seharusnya audit dilakukan setelah kejadian serta Mahkamah Konstitusi, yang memutuskan pemerintah pusat harus meminta ijin DPR terlebih dahulu sebelum membeli 7% saham divestasi tersebut.

"Maka dapat disimpulkan bahwa pada tahap 24% saham divestasi Newmont sesungguhnya Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa sangat dirugikan karena: Pertama, porsi kepemilikan saham dari pemda hanya 6% (Provinsi NTB 2,4%; Kabupaten Sumbawa Barat 2,4% dan Kabupaten Sumbawa 1,2%) sementara Grup Bakrie yang diwakili oleh PT Multi Capital memiliki 18%," papar Rimbawan dihapan kopromotor dan tim penguji; Prof.Dr.Bambang Shergi Laksmono,M.Sc, Dr. Valina Singka Subekti, M.Si, Dr. Isbodroini Suyanto, MA, Prof. Dr. Burhan D. Magenda, MA dan rof. Dr. Yahya A. Muhaimin.

Di dalam penelitian disertasi ini, pola hubungan antara penguasa dengan pengusaha, direpresentasikan oleh Aburizal Bakrie. Hubungan keduanya bersifat resiprokal (bolak-balik), karena ia berada di wilayah arsiran keduanya. Artinya, fungsi politik Aburizal di pemerintahan dan partai dapat mempengaruhi bisnis Grup Bakrie. Sebaliknya, fungsi bisnis Grup Bakrie dapat mempengaruhi kebijakan negara.

"Dalam penelitian disertasi ini, kelompok bisnis Bakrie dibuktikan telah mempengaruhi kebijakan negara," tutup Ketua DPP Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) ini seraya mengutip Pemikiran Karl Marx, Pemikiran Miliband, Pemikiran Poulantzas, Definisi Schmitter, dan Pemikiran Randal G Stewart untuk menguatkan argument akademis Disertasi Doktor ini. (sn01)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar