Minggu, 31 Maret 2013

Penguasaan Lahan Secara Illegal Marak di Lunyuk

Sumbawa, PSnews – Penguasaan lahan secara illegal cukup marak terjadi di Kecamatan Lunyuk. Umumnya dilakukan oleh oknum-oknum pendatang dari luar Sumbawa, misalnya Lombok dan Bali yang notabene belum mengantongi kartu tanda penduduk atau keterangan berdomisili di Kabupaten Sumbawa.
Persoalan tersebut diungkapkan Camat Lunyuk, Lukmanuddin, kepada pulausumbawanews.com di sela-sela kegiatannya di Sumbawa Besar, Senin (25/03/2013).
Penguasaan lahan secara liar tersebut, disinyalir terjadi di perbatasan Desa Jamu. Oleh sebagian masyarakat sedang direbut dan dikuasai untuk keperluan tertentu, karena adanya sejumlah potensi mineral pasir putih di sekitar lokasi. Penguasaan lahan secara illegal juga dilakukan dengan tujuan untuk menguasai seluas-luasnya dan akan dijual dengan harga tinggi kepada para spekulan. Penguasaan lahan illegal ini menjadi perhatian serius dari pemerintah setempat.
Pemerintah, tegas Camat, atas perintah Bupati mencoba mengembalikan fungsi hutan sebagai mana mestinya, karena banyak masyarakat sengaja membuka lahan. Padahal ijin pembukaan lahan merupakan kewenangan Bupati yang diatur dengan undang-undang. Tapi pada prakteknya diberikan oleh oknum Kepala Dusun dan Kepala Desa terkait. Para oknum Kades menganggap bahwa kewenangan tersebut berada di tingkat Desa lantaran kurangnya pemahaman terhadap aturan.
“Hak membuka lahan berada di Bupati. Baru bisa ada kekuatan hukum kalau ada akte jual beli di depan PPAT atau Camat yang diangkat sebagai PPAT. Proses mendapatkan tanah pun ada tiga dasar, yakni warisan, jual beli dan hibah. Kalau ada yang mendapatkan tanah di luar tiga dasar itu makanya dinyatakan illegal,” papar mantan Camat Ropang tersebut.
Maraknya pembukaan lahan secara illegal, sambung Lukmanuddin, karena keterbasan pemahaman aparatur desa yang menganggap bahwa diterbitkannya peralihan hak di tingkat desa sudah sah. Padahal hal tersebut belum sah dan kuat.
Menurutnya, wilayah Lunyuk saat ini sedang dilirik oleh para investor di berbagai bidang. Mulai dari potensi pariwisata, perkebunan bahkan pertambangan. Anehnya, kata Camat, masyarakat malah mengklaim sebagai wilayahnya. Padahal di dalam SK Bupati hanya memberikan ijin pembukaan lahan maksimal 2 hektar. Ketika masyarakat membuka dan menjual inilah yang menjadi fokus penertiban oleh pemerintah kecamatan. Kewenangan menjatuhkan sanksi berada di Pemerintah Kabupaten. Pihak Pemerintah Kecamatan saat ini masih mengindentifikasi persoalan lahan-lahan yang telah dikuasai. “Kami masih mengidentifikasi persoalan penguasaan lahan sementara tersebut. Bahkan sebagian besar sudah ada yang menerbitkan SPPT nya. Kami duga dalam prosesnya dan mekanismenya tidak benar. Artinya kantor pajak pratama turun tidak mengukur lahan, tetapi dipaksa dan diintimidasi oleh aparat desa yang memiliki kepentingan,” ungkap Camat Lunyuk.
Hal tersebut ditemukan di Desa Emang dan Jamu. Khusus di Jamu telah terjadi pengklaiman oleh komunitas adat Pekasa yang notabene sebagian besar dari Lombok dan dimanfaatkan lembaga tertentu.
Dengan penertiban tanah ini, lanjutnya, pemerintah juga tidak ingin ada kerugian di tengah masyarakat. Pemerintah ini mencari win-win solution. Karena masyarakat yang sudah cukup lama menggarap membuka lahan menjadi lahan pertanian.
Kalaupun akan ada investor yang akan menggarap dan dikompensasi, maka masyarakat jangan melepas dengan harga yang tinggi. Sebab bagaimana pun tujuan mendatangkan investor untuk mensejahterakan masyarakat. Kalau bermasalah, maka akan dipending dulu.
“Siapa saja investor yang akan masuk, harus menertibkan lahan dulu, supaya masyarakat tenang dan investor pun merasa aman. In penting agar sama-sama mendapatkan keuntungan dari investor,” jelas Camat. (PSb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar